Total Pageviews

Sunday 30 October 2011

GARA-GARA MENCUKUR BULU KEMALUAN

Photo of Nur Suraya Aliya

Untuk membentuk agar bulu kemaluanku tumbuh dengan rapih, suatu hari timbul niat isengku untuk mencukur total. Kusiapkan alat-alat dahulu sebelum kumulai aksinya. Mulai dari gunting, kaca cermin, lampu duduk, dan koran bekas untuk alas agar bekas cukuran tidak berantakan kemana-mana. Kupasang cermin seukuran buku tulis tepat di depan kemaluanku untuk melihat bagian bawah yang tidak terlihat secara langsung. Tidak lupa pula kunyalakan lampu duduk di antara selangkanganku. Kumulai pelan-pelan, kugerakkan pisau cukur dari atas ke bawah.
Baru mulai aku menggoreskan pisau cukur itu, aku dengar suara langkah masuk ke kamarku, segera aku lihat bayangan di kaca buffet, tidak jelas benar, tapi aku bisa menebaknya bahwa dia adalah si Eni, kemenakan dari ibu kost.
Aku bingung juga, mau membereskan perangkat ini terlalu repot, tidak sempat. Memang aku melakukan kesalahan fatal, aku lupa mengunci pintu depan ketika kumulai kegiatan ini. Akhirnya dalam hitungan detik muncul juga wajah si Eni ke dalam kamarku. Dalam waktu yang singkat itu, aku sempat meraih celana dalamku untuk menutupi kemaluanku. Sambil meringis berbasa-basi sekenanya.
“He… he… ada apa En..?” sapaku gelagapan.
“Eh, Mas Adi lagi ngapain..?” kata Eni yang nampaknya juga sedang menyembunyikan kegugupannya.

Si Eni memang akrab dengan saya, dia sering minta bimbingan dalam hal pelajaran di sekolahnya. Khususnya pada mata pelajaran matematika yang memang menjadi kegemaranku. Eni sendiri masih sekolah di SMU. Berkata jorok memang sering kami saling lakukan tetapi hanya sebatas bicara saja. Apalagi Eni juga menanggapinya, dengan perkataan yang tidak kalah joroknya. Tapi hanya sebatas itulah.
Kembali pada adegan tadi, dimana aku tengah kehabisan akal menanggapi kehadirannya yang memergokiku sedang mencukur bulu kemaluan. Akhirnya kubuka juga kekakuan ini.
“Enggak apa-apa En, biasa… kegiatan rutin.”
“Apaan sih..?”
“Eni sudah berusia 17 tahun belum..?”
“Emangnya kenapa kalau udah..?” kata Eni masih berdiri dengan canggung sambil terus menatapku dengan serius.
“Gini En, aku khan lagi nyukur ini nih, aku minta tolong kamu bantuin aku. Soalnya di bagian ini susah nyukur sendiri…” kataku sambil kuulurkan pisau cukur padanya.
“Mas Adi, ih..!” tapi ia terima juga pisau cukurnya, sambil duduk di dekatku.
Aku angkat celana yang tadi hanya kututupkan di atas kemaluanku.

“Eni tutup dulu pintunya yach Mas..?”
Dia menutup pintu depan dan pintu kamar. Sebenarnya masih ada pintu belakang yang langsung menuju ke dapur rumah induk. Namun pada jam segini aku yakin bahwa tidak ada orang di dalam. Selesai Eni menutup pintu, dia agak kaget melihat kemaluanku terbuka, sambil menutup mulutnya ia meminta agar aku menutupnya.
“Tutup itunya dong..!” katanya dengan manja.
Aku katupkan kedua pahaku, batang kemaluanku aku selipkan di antaranya, sehingga tidak terlihat dari atas, sedangkan bulunya terlihat dengan jelas.
“Nah begini khan nggak terlihat…” kataku, dan Eni nampaknya setuju juga.

Eni ragu-ragu untuk melakukannya, namun segera aku yakinkan.
“Nggak apa-apa En, kamu khan sudah 17 tahun, berarti sudah bukan anak-anak lagi, lagian khan cuman bulu, kamu juga punya khan, udah nggak apa-apa. Nanti kalau aku sakit, aku bilang deh..”
“Bukannya apa-apa, aku geli hi.. hi..” sambil cekikikan.
Dengan super hati-hati dia gerakkan juga pisau cukur mulai menghabisi bulu-bulu kemaluanku. Karena terlalu hati-hatinya maka ia harus melakukannya dengan berulang-ulang untuk satu bagian saja.

Sentuhan-sentuhan kecil tangannya di pahaku mulai menimbulkan getaran yang tidak bisa kusembunyikan. Dan ini membuat kemaluanku semakin tegang, tidak hanya itu, hal ini juga menyebabkan siksaan tersendiri. Dengan posisi tegang dan tercepit di antara pahaku menjadikan kemaluanku semakin pegal. Sampai akhirnya tidak bisa kutahan, kukendorkan jepitan kedua pahaku, sehingga dengan cepat meluncurlah sebuah tongkat panjang dan keras mengacung ke atas menyentuh tangan Eni yang masih sibuk mempermainkan pisau cukurnya.
Begitu tersentuh tangannya oleh benda kenyal panas kemaluanku, dia kaget dan hampir berteriak.
“Oh, apa ini Mas..? Kok dilepas..?” katanya gugup ketika menyadari bahwa batang kemaluanku lepas dari jepitan dan mengarah ke atas.
“Iya En. Habis nggak tahan. Nggak apa-apa deh, dihadapan cewek harus kelihatan lebih gagah gitu..”
“Mas Adi sengaja ya..?”
“Suer.., ini cuma normal.”

Eni masih memperhatikan kemaluanku yang sudah besar dan kencang dengan wajah yang sulit digambarkan. Antara takut dan ingin tahu. Lalu dia raih kain yang ada di dekatku untuk menutupinya.
“Kenapa ditutup En..?”
“Aku takut, abis punya Mas Adi besar banget.”"Emangnya Eni belum pernah melihat kemaluan laki-laki..?” tanya saya.
Eni diam saja, tapi digelengkan kepalanya dengan lemah.
“Ayo deh diteruskan,” bisikku.
Kali ini Eni menjadi super hati-hati mencukurnya. Mungkin takut tersentuh kemaluanku. Sedangkan aku sangat ingin tersentuh olehnya. Tapi aku khawatir dia semakin takut saja. Akhirnya kubiarkan saja dia menyelesaikan tugasnya dengan caranya sendiri.

Akhirnya harapanku sebagian terkabul juga. Ketika Eni mulai mencukur bulu bagian samping kemaluanku, mau tidak mau dia harus menyingkirkan kemaluanku.
“Maaf ya Mas..!” dengan tangan kirinya ia mendorong kemaluanku yang masih tertutup kain bagian atasnya ke arah kiri, sehingga bagian kanannya agak leluasa. Untuk lebih membuka areal ini, aku rebahkan tubuhku dan kubentangkan sebelah kakiku.

Eni dengan sabar memainkan pisau cukurnya membersihkan bulu-bulu yang menempel di sekitar kemaluanku, nafasnya mulai memburu, dan kutebak saja bahwa dia juga sedang horny. Walaupun masih dengan ragu-ragu dia tetap memegang kemaluanku. Didorong ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke bawah. Aku hanya merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tanpa kusadari kain penutup kepala kemaluanku sudah tersingkap, dan ini nampaknya dibiarkan saja oleh Eni, yang sekali-kali melirik juga ke arah kepala kemaluanku yang mulus dan besar itu.
Lama-kalamaan, Eni semakin terbiasa dengan benda menakjubkan itu. Dengan berani, akhirnya dia singkapkan kain yang menutup sebagian kemaluanku itu. Dengan terbuka begitu, maka dengan lebih leluasa dia dapat menyantap pemandangan yang jarang terjadi ini. Aku diam saja, karena aku sangat menyukainya serta bangga mendapat kesempatkan untuk mempertontonkan batang kemaluanku yang lumayan besar.
“Udah bersih Mas…”
Kulihat kamaluanku sudah pelontos, gundul. Wah, jelek juga tanpa bulu, pikirku.
“Di bawah bijinya udah belum En..?” aku pura-pura tidak tahu bahwa di daerah itu jarang ada bulu.
Lalu dengan hati-hati ia sigkapkan kedua bijiku ke atas. Uh, rasanya enak sekali.
“Udah bersih juga Mas…” ia mengulanginya.
Katanya datar saja. Menandakan bahwa hatinya sedang ada kecamuk. Aku tarik lengannya, dan dengan sengaja kusenggol payudaranya, dan kukecup keningnya.
“Terima kasih ya En..!”

Tanpa kusadari, sejak dia memberanikan diri mencukur bulu kemaluanku tadi, buah dadanya yang berukuran sedang terus menempel pada dengkulku. Begitu kukecup keningnya, dia diam saja, mematung sambil menundukkan mukanya. Lalu kuangkat dagunya dan kucium bibirnya, kupeluk sepuas-puasnya. Keremas paudaranya dan nafasnya makin memburu. Aku raih kemaluannya tapi dia diam saja, kuselipnkan satu jarinya dari sela-sela celana dalamnya. Wah, ternyata sudah basah bukan main. Namun Eni segera terkejut, dan melepaskan diri dariku. Disun pipiku, dan dia segera lari ke rumah induk lewat pintu belakang.
Aku benar-benar puas, kupandangi tampang kemaluan gundulku yang masih tegak.
“Suatu saat nanti engkau akan mendapat bagiannya…” kataku dalam hati.

Sejak peristiwa itu, kami memang tidak pernah bertemu dua mata dalam suasana yang sepi. Selalu saja ada orang lain yang hilir mudik di kamarku. Sampai akhirnya liburan datang dan kami semua masing-masing pulang kampung untuk beberapa waktu. Liburan sekolah sudah selesai, Eni sudah datang lagi setelah berlibur ke rumah orang tuanya di Tabanan, Bali. Begitu juga aku yang datang sebelum masa kuliahku dimulai.
Waktu itu hujan deras. Eni masih berada di kamarku (suasananya sepi karena tidak ada orang sama sekali, termasuk di rumah induk) untuk minta bimbingan atas pelajarannya. Begitu selesai, Eni menyandarkan tubuhnya ke dadaku sambil berkata.
“Mas, itunya sudah tumbuh lagi belum..? Hi… hi…” sambilnya ketawa cekikikan.
“Oh, itu..? Lihat aja sendiri.” sambil kupelorotkan celana pendekku sampai lepas, dan kemaluanku yang masih lunglai menggantung.
“Mas Adi ih, ngawur…” katanya.
Tapi walaupun demikian, ia santap juga pemandangan itu sambil menyibakkan sebagian T-Shirt-ku yang menutupi daerah itu. Bulu-bulu yang sudah rapih memenuhi lagi sekitar kemaluanku, segera terlihat dengan jelas.

“Nah, begitu khan lebih oke…” katanya.
“Aku kapok En, nggak mau nyukur plontos lagi.”
“Kenapa Mas..?”
“Waktu mau numbuh. Bulunya tajam-tajam dan itu menusuk batangku.”
“Habis Mas Adi sukanya macem-macem sih..!” sambil terus memandang kemaluanku yang masih tergantung lunglai, “Mas, kok itunya lemes sih..?”
“Iya En, sebentar juga gede, asal diusap-usap biar seneng.”
“Ah Mas Adi sih senengnya enak terus.”
Walaupun berkata seperti itu, mau juga Eni mulai memegang kemaluanku dan digerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri. Membuat batang kemaluanku semakin besar, keras dan mengacung ke atas. Eni makin menyandarkan kepalanya ke dadaku. Dan langsung saja saya peluk dia, sedemikian rupa hingga payudaranya tesentuh tangan kiriku. Rupanya Eni tidak pakai BH, sehingga kekenyalan payudaranya langsung terasa olehku. Kupermainkan payudaranya, aku pencet, menjadikan Eni terdiam seribu bahasa tetapi nafasnya semakin cepat. Demikian pula Eni dengan hati-hati memainkan kemaluanku, masih terus dibolak-balik, ke kanan dan ke kiri.

Aku cium bibir Eni, dan dia menanggapinya dengan tidak kalah agresifnya. Barangkali inilah suatu yang ditungu-tunggu. Aku lepas blouse-nya, dan payudaranya yang masih kencang dan mulus dengan putingnya yang kecil berwarna coklat muda segera terpampang dengan jelas. Karena tidak tahan, aku langsung menciuminya. Hal ini menjadikan Eni semakin menggeliatkan tubuhnya, tandanya dia merasa nikmat. Aku ikuti dia ketika dia mambaringkan tubuhnya di tempat tidur. Aku hisap-hisap putting payudaranya, sementara rok dan celananya kupelorotkan. Eni setuju saja, hal ini ditunjukkan dengan diangkatnya pantat untuk memudahkanku melepaskan pakaian yang tersisa.
Begitu pakaian bagian bawah terlepas, segera tersembul bukit mungil di antara selangkangannya, rambutnya masih jarang, nyaris tidak kelihatan. Sekilas hanya terlihat lipatan kecil di bagian bawahnya. Pemandangan ini sungguh membuat nafsuku semakin memuncak. Begitu kuraba bagian itu, terasa lembut. Makin dalam lagi barulah terasa bahwa dia sudah banyak berair. Eni masih merem-melek, tangannya tidak mau lepas dari kemaluanku. Begitu pula ketika kulepas pakaianku. Tangan Eni tidak mau lepas dari alat vitalku yang semakin keras saja.
Begitu aku sudah dalam keadaan bugil, aku kembali mempermainkan kemaluannya, ketika jari tengahku mau memasuki vaginanya yang sudah banjir itu. Pinggulnya digoyangkannya tanda mengelak, aku hampir putus asa.
Tetapi kudengar suara manjanya, “Jangan pakai tangan Mas. Pakai itu saja.” sambil menarik-narik alat vitalku ke arah vaginanya.

Aku segera mengambil posisi. Tangan lembutnya membimbingnya untuk memasuki arah yang tepat. Kugosok-gosokkan sebentar di bibir vaginanya yang berlendir itu. Rasanya nikmat sekali. Setelah kurasa tepat berada di ambang lubangnya, aku dorong sedikit, agar bisa memasukinya. Tapi nampaknya tidak mau masuk. Aku coba sekali lagi, tidak mau masuk juga.
“Kamu masih perawan En..?” akhirnya aku tanya dia.
Diantara jelita dan wajahnya yang sudah seperti tidak sadar itu, aku lihat kepalanya menggeleng dan itu adalah suatu jawaban.

Usaha menembus lubang kenikmatan itu aku tunda dulu. Operasiku berpindah dengan memagut-magut seluruh tubuhnya. Eni semakin terengah-engah menerima perlakuanku. Erangan-erangan yang terkesan liar semakin membuatku bernafsu. Aku kecup putingnya, perutnya, dan pahanya. Ketika aku mengecup pahanya, sepintas aku lihat vaginanya menganga, semburat warna merah tua yang licin sungguh menarik perhatianku. Jilatanku makin dekat ke arah vaginanya. Begitu lidahku menyentuh bibir kemaluannya, Eni berteriak kelojotan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku semakin bersemangat menjilatinya.
Setelah kurasa jenuh, dan kehabisan variasi menjilati vaginanya. Kembali kuarahkan kemaluanku ke arah barang yang paling dilindungi wanita ini. Kembali tangan Eni membimbing kemaluanku. Setelah tepat di depan gerbang kenikmatan, aku dorong sedikit.
“Bless…”
Kepala kemaluanku bisa masuk sedikit, Eni meringis, tapi terus menekan bokongku. Maksudnya, jelas agar aku masuk lebih banyak lagi. Aku dorong lagi, tetapi lubangya terlalu sempit. Walaupun hanya kepala saja yang masuk, tetapi aku berusaha memaju-mundurkan, agar gesekan yang nekmat itu terasa. Setelah beberapa kali aku memaju-mundurkan, sekali lagi aku dorong lebih dalam lagi. Berhasil..! Kini kemaluanku sudah sepertiga berada di dalamnya. Aku berusaha sabar, aku gerakkan maju mundur lagi. Setelah beberapa kali, aku mendorong lagi. Begitulah kulakukan berulang-ulang sampai semua kemaluanku tertelan dalam remasan vaginanya. Kudiamkan untuk sesaat di dalam, kurasakan denyutan-denyutan yang sangat nikmat yang membuat seluruh tubuhku mengejang. Kugerakkan lagi bokongku dengan arah maju-mundur. Tanpa kusangka, Eni menjerit sambil mengejang.

“Terus Mas… terus Mas… aku sampaaiii… ouh… ouh…” jeritan itu lumayan keras.
Aku segera tutup mulutnya dengan bibirku. Bersamaan dengan itu, kemaluanku terasa diremas-remas. Ujung kemaluanku seakan menyentuh dinding yang membuatku merasa geli bukan main. Akhirnya aku tidak tahan juga untuk mengeluarkan spermaku ke dalam liang kewanitaannya. Beberapa semprotan agaknya semakin menjadikan Eni semakin liar dan semakin meregangkan tubuhnya. Kami orgasme bersama-sama, dan itu sangat meletihkan. Dan aku tidak ingin cepat-cepat melupakan fantasi yang hebat itu. Kami tertidur untuk beberapa waktu.

Begitu aku bangun, rupanya Eni sudah tidak ada. Yang ada hanyalah secarik kertas menutupi kemaluanku dengan tulisan,“YOU ARE THE GREAT”.
Sejak saat itu, kami selalu melakukannya secara rutin dua minggu sekali, paling lama sebulan sekali. Namun tidak melakukan di rumah tetapi kubawa ke hotel di luar kota secara berganti-ganti yang kemungkinan kecil untuk diketahui oleh orang yang kami kenal. Sampai akhirnya, kami berpisah. Aku lulus dan diterima kerja di luar kota. Eni kuliah di kota yang jauh sekali dari tempatku berada. Kalau ia membaca tulisan ini, maka ia akan bersyukur karena namanya sudah aku samarkan. Sekedar untuk mengingatkan saja ketika kami begituan, kemaluannya kujuluki TEMBEM. Dan ia menyebut kemaluanku dengan julukan TOLE (mungkin dari kata KONTOLE).



ISTRIKU ML DENGAN BENNY DI VILLA PUNCAK DAERAH CIPANAS

ISTRIKU ML DENGAN BENNY DI VILLA PUNCAK DAERAH CIPANAS 



Photo of Lisa Apa






AKU mencintai Mas Janus dengan sepenuh hati. Tapi mengapa semuanya ini harus terjadi? Bisakah aku disalahkan, sedangkan semua yang telah kualami adalah “hasil karya” suamiku sendiri?
Aku harus jujur mengakuinya bahwa aku telah menikmati semuanya, meski dengan perasaan bersalah. Tadinya kuanggap semuanya itu gila. Tapi ternyata ada greget yang luar biasa, yang menimbulkan nikmat dan sensasi luar biasa.
Aku masih ingat benar waktu terjadinya petualangan di villa Benny itu, aku kaget sekali setelah menyadari bahwa yang sedang menyetubuhiku adalah Benny, bukan suamiku. Aku juga kaget ketika melihat suamiku sedang menyetubuhi Yayuk. Oh my God! Apa yang sedang terjadi ini? Tapi lalu kusadari bahwa semuanya itu direncanakan oleh mereka, oleh Benny dan suamiku. Sedangkan batang kemaluan Benny sudah telanjur berada di dalam liang kemaluanku, aku sudah telanjur merasakan nikmatnya entotan Benny yang memang lebih panjang dan lebih besar daripada punya suamiku. Akhirnya aku memejamkan mata dan mulai menikmatinya dengan perasaan melayang-layang.
Tetapi kreativitas sex Mas Janus tak berhenti sebatas itu saja. Pada suatu hari dia mengungkapkan rencana baru, yaitu niatnya untuk menjebak orang lain untuk menggauliku dan ia sendiri akan mengintipnya. Menurutnya hal itu akan membangkitkan nafsunya yang luar biasa. Lalu kuusulkan orang lain itu Troy, adik Mas Janus sendiri. Ternyata usulku disetujui, meski dengan sedikit sindiran bahwa aku seneng brondong.
Rencana itu jelas mendebarkan. Meski buat orang lain mungkin merupakan hal yang aneh dan tak masuk di akal. Tapi aku sendiri merasakan hal yang sama, ketika melihat suamiku sedang menyetubuhi Yayuk, perasaanku dibakar cemburu, tapi lalu kulampiaskan kecemburuanku dengan meladeni Benny seedan mungkin. Dan rasanya luar biasa. Belum pernah kurasakan hubungan sex senikmat itu.
Lalu terjadilah sesuatu yang merupakan wujud dari rencana suamiku sendiri. Bahwa Troy masuk ke dalam perangkapku.
Apakah Troy lebih dominan memberikan kepuasan padaku? Tentu saja. Dia Masih bujangan. Zakarnya terasa keras sekali waktu membenam ke dalam liang kemaluanku. Dan gesekan-gesekannya terasa begitu mantap…lebih mantap daripada suamiku.
Tapi apakah dengan peristiwa-peristiwa edan itu cintaku pada Mas Janus mulai pudar? Tidak! Aku malah semakin mencintainya, karena dia telah menciptakan sesuatu yang membuat kepuasan luar biasa padaku.
Malam itu Troy sampai tiga kali ejakulasi, karena baru sebentar istirahat dari ejakulasi pertama, zakarnya kembali menegang. Dan persetubuhan yang ketiga kalinya adalah hasil rangsanganku, membuat dia bersemangat menyetubuhiku untuk ketiga kalinya.
Aku tahu bahwa semua yang kulakukan dengan Troy disorot oleh kamera cctv dan dimonitor oleh suamiku. Dan semuanya itu memang kehendak suamiku sendiri. Tapi setelah Troy keluar dari kamarku, setelah aku selesai membersihkan vegyku di kamar mandi, Mas Janus tak muncul juga. Lebih dari sejam aku menunggu, dia tak muncul-muncul. Apakah dia ketiduran di kamar monitoring itu?
Aku jadi serba salah. Mau mengetuk pintu gudang, takut dia lagi asyik melakukan sesuatu. Yah, akhirnya aku rebahan dengan tubuh lemas, karena tenagaku seperti dikuras waktu meladeni Troy tadi.
Menjelang subuh, ketika aku sudah tidur nyenyak, terdengar pintu kamar dibuka, suamiku masuk.
Karena masih terkuasai alam tidur, aku bertanya lemah, “Kok baru masuk? Tadi ngapain aja?”
Suamiku mencium pipiku sambil berbisik, “Jangan marah ya…tadi aku ke rumah Benny.”
“Terus?” tanyaku sambil menggesek mataku.
“Janji dulu, kamu gak marah ya.”
“Iya janji. Ngapain ke rumah Benny?”
“Mmm…Yayuk ngajak…karena Benny lagi ke Medan…”
“Pantesan…” cetusku sambil mencubit lengan suamiku, “Asyik dong…”
Suamiku cuma nyengir, lalu katanya, “Kamu juga kan asyik sama si Troy tadi…”
“Jadi Mas gak nonton aku sama Troy tadi?”
“Nonton sebentar, terus pergi diam-diam. Tapi semuanya kan direkam. Nanti bisa kutonton rekamannya.”
“Ih…nanti kalau Benny juga ngajak aku diam-diam gimana?”
“Mau balas dendam? Hahaha…gakpapa. Yang penting laporan sama aku. Kan aku juga laporan bahwa tadi aku sama Yayuk.”
“Ih…kita kok jadi begini Mas?”
“Kamu nyesel? Jangan nyesel dong, tenang aja lagi.”
Subuh itu suamiku tidak melakukan apa-apa padaku. Mungkin dia sudah kecapean menyetubuhi Yayuk. Tapi aku sendiri juga masih lemas karena habis melayani adik iparku yang masih sangat tangguh itu.
SETELAH suamiku berangkat kerja, seperti biasa aku mandi di bawah semburan shower air hangat. Rasanya ingin membersihkan tubuh sebersih mungkin. Entah kenapa. Selesai mandi aku berias dulu di depan cermin rias, kemudiankeluar dari kamarku dengan hanya mengenakan kimono.
Kulihat pintu kamar tamu masih tertutup. Kamar itu dipakai oleh Troy. Sudah sesiang ini dia belum bangun? Kucoba memutar handle pintu kamar itu, ternyata tidak dikunci. Diam-diam aku masuk ke dalam. Sambil menutupkan kembali pintu dari dalam, kulihat Troy masih nyenyak tidur tanpa selimut. Dia hanya mengenakan celana dalam dan kaus t-shirt sambil memeluk bantal guling. Selimut tergeletak di sampingnya. Apakah dia tidak kedinginan?
Dengan hati-hati aku merayap ke sisinya. Aneh, hasrat birahiku berkobar lagi. Padahal tadi malam aku sudah dipuasi oleh adik iparku ini. Lalu kalau pagi ini terjadi lagi seperti yang tadi malam, apakah Mas Janus takkan marah? Ah, bukankah suamiku mengizinkanku untuk melakukannya, asalkan nanti laporan padanya?!
Entahlah kenapa aku jadi begini bergairah, begini binalnya untuk mendapatkan kepuasan seksual di pagi ini. Tapi Troy masih tidur pulas, sampai tidak menyadari bahwa tanganku sudah menyelinap ke dalam CDnya, sudah menggenggam batang kemaluannya yang masih sangat lemas. Dan kuremas-remas dengan lembut sesuatu yang tadi malam sangat memuaskanku itu. Aku mulai gemas, kusembulkan zakar Troy dari celah CDnya, lalu tanpa ragu lagi kudekatkan wajahku ke zakar yang masih terkulai lesu itu. Gap…mulai kukulum dan kumainkan ujung lidahku untuk mengelus puncak batang kemaluan Troy.
Dengan penuh semangat kuselomoti batang kemaluan Troy yang perlahan-lahan mulai membesar dan memanjang….terdengar suara nafas Troy, pertanda mulai bangun…batang kemaluannya pun mulai bangun, mengeras dengan gagahnya!
Lalu terdengar suara Troy mendesah, “Oo…oooh…mbak…oooh…ini enak sekali….oooh….”
Tanpa pikir panjang lagi kulepaskan kimonoku, langsung telanjang bulat karena tak mengenakan pakaian dalam…hmm..semuanya sudah dipersiapkan! Lalu kutarik CD Troy, sehingga zakarnya yang sudah berdiri dengan gagah itu tak tertutup apa-apa lagi. Kemudian kudorong dadanya supaya terlentang. Lalu aku merangkak ke atas tubuhnya sambil mengarahkan batang kemaluannya supaya ngepas menekan liang kemaluanku yang sudah membasah dengan lendir libido ini.
Lalu kuturunkan pinggulku, sehingga perlahan tapi pasti zakar Troy membenam ke dalam liang veggyku. Oh, gila, rasanya aku horny banget pagi ini.
Aku menelungkup setelah menanggalkan t-shirt Troy. Lalu mulai aktif, menaik turunkan
pinggulku dengan goyangan yang sudah terlatih. Dengan sendirinya batang kemaluan Troy dibesot-besot oleh dinding liang kenikmatanku.
Troy terengah-engah sambil memeluk pinggangku erat-erat. Membuatku makin bersemangat untuk menggenjot pinggulku, oh, rasanya enak sekali pergeseran antara dinding liang kenikmatanku dengan batang penis Troy yang gagah perkasa itu.
SAMPAI Troy meninggalkan rumahku, rahasia itu tetap kujaga. Troy tidak kuberitahu bahwa semuanya itu “hasil karya” abangnya sendiri. Aku tetap ingin menjaga image suamiku dan aku sendiri, agar jangan dicap pasangan psikopat. Memang semuanya seolah hanya bisa dilakukan oleh sepasang suami-istri yang psikopat. Tapi aku sudah mulai menikmatinya, sudah mulai memahami jalan pikiran suamiku, bahwa semuanya ini mendatangkan kenikmatan yang luar biasa, sekaligus menghilangkan kejenuhan.
Hari demi hari berlalu. Apa yang kucemaskan tidak terjadi. Aku dan Mas Janus enjoy-enjoy saja menempuh rumah tangga, tanpa badai yang berarti. Bahkan anehnya sikap Mas Janus makin ramah dan lembut padaku. Jadi tiada alasan bagiku untuk mempertentangkan pendiriannya. Bahkan dengan jujur harus kuakui bahwa aku enjoy dengan semuanya ini. Dan setuju dengan kata-katanya, “Daripada selingkuh di belakang, mending selingkuh terang-terangan begini. Yang penting semuanya harus under control. Jangan jadi liar.”
Memang semua yang telah terjadi dengan Troy kulaporkan kepada suamiku, sebagai tanda masih under control. Dan suamiku malah tersenyum, tiada ekspresi kemarahan sedikit pun. Bahkan semakin hangat dia memperlakukanku sebagai istri syah dan ibu dari anaknya.
Lalu semuanya berjalan seperti biasa. Tanpa gejolak yang berarti dalam rumah tanggaku. Sampai pada suatu malam…ketika aku pulang arisan ibu-ibu di lingkunganku, kulihat Mas Janus tersenyum-senyum sambil memelukku. Dan berbisik ke telingaku, “Aku lagi bergairah sekali sekarang ini sayang.”
Biasanya kalau mau bersetubuh dengan Mas Janus, aku suka ke kamar mandi dulu untuk membersihkan kemaluanku. Tapi malam itu Mas Janus tak memberiku kesempatan. Langsung menelanjangiku di dalam kamar dan menerkamku di atas tempat tidur.
Aneh memang, ketika batang kemaluan Mas Janus membenam ke dalam liang ku, aku merasakan gairahnya begitu hebat. Terlebih setelah batang kemaluannya mulai mengenjot liang veggyku, oh, kenapa Mas Janus jadi ganas begini? Apakah dia habis makan obat perangsang atau bagaimana?
Aku pun mulai menikmatinya dengan sepenuh gairah kewanitaanku. Kugoyang pantatku dengan gerakan meliuk-liuk, membuat nafas Mas Janus semakin mendengus-dengus. Aku pun terpejam-pejam dalam arus kenikmatan.
Tetapi…ada yang aneh…ya…ini aneh. Bahwa ketika Mas Janus sedang mengenjotku sambil menelungkup di atas tubuhku, terasa ada yang mengelus-elus betis dan pahaku.
Aku mencoba memperhatikannya dengan seksama. Apa yang sedang terjadi ini?
Dan alangkah kagetnya aku, setelah menyadari bahwa ternyata memang ada tangan lain yang sedang mengelus pahaku. Tangan itu adalah tangan Bang Benny! Ya, Bang Benny sudah berada di atas tempat tidurku dalam keadaan tak berbusana! Bagaimana ini bisa terjadi? Apakah ini semuanya sudah mereka atur sebelumnya?
“Ba..Bang Be…Benny?!” seruku tertahan.
Benny cuma tersenyum dan tetap mengelus-elus pahaku. Bahkan lalu ia memegang bahu suamiku sambil berkata dengan senyum, “You istirahat dulu dong…biar aku yang menggantikanmu…”
Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, terlebih ketika kulihat suamiku malah mengangguk sambil tersenyum dan menarik batang kemaluannya sampai terlepas dari liang kemaluanku. Dan Benny merayap ke atas tubuhku sambil mengarahkan batang kemaluannya ke mulut ku.
Kupegang pergelangan tangan suamiku yang duduk di sebelahku sambil menatapnya, “Mas…”
“Santai aja sayang,” sahut suamiku sambil mengelus pipiku, “Enjoy aja.”
Belakangan aku tahu bahwa ketika aku sedang arisan, Benny datang dan sengaja disembunyikan di kamar mandi yang bersatu dengan kamarku. Ah…semuanya memang sudah direncanakan.
Perasaanku jadi bercampur aduk ketika lubang ku mulai dicoblos oleh batang kemaluan Benny. Salah tingkah, karena suamiku menyaksikan semuanya ini. Maka sambil menggenggam tangan suamiku erat-erat, kupejamkan mataku…sambil merasakan nikmatnya zakar Benny yang mulai maju-mundur di dalam jepitan liang kewanitaanku.
Orang bilang rumput di pekarangan tetangga selalu tampak lebih hijau daripada di pekarangan sendiri. Kini aku merasakannya. Bahwa ayunasn Benny terasa sekali membanjiri bathinku dengan kenikmatan. Karena Benny tak hanya menggenjot nya di dalam ku, tapi juga mengulum-ngulum puting payudaraku, sesekali mengisapnya kuat-kuat. Sementara tangannya pun tidak diam. Terkadang mengelus anusku, menimbulkan geli-geli nikmat yang membuatku sering menahan nafas. Aku pun mulai merengkuh leher Benny dan memeluknya erat-erat, tanpa berani memandang ke arah suamiku.
Ketika kubuka mataku, kulihat suamiku sedang melangkah ke kamar mandi, mungkin mau pipis. Saat itulah aku merasa bebas untuk menggoyang pinggulku seedan mungkin, karena enjotan Benny emang terasa sekali enaknya. Dan ketika ia mencium bibirku, sengaja kupagut dan kulumat bibirnya dengan penuh gairah. Biarlah, bukan aku yang merencanakan semuanya ini.
Kelihatannya kelincahanku dalam meliuk-liukkan pinggul justru membuat suamiku senang. Ia malah berkomentar setelah keluar lagi dari kamar mandi, “Nah begitu dong, jangan bikin malu aku….biar Benny tau istriku ini jago goyang…hihihihi…”
Aku masih belum mengerti kenapa suamiku bisa seperti itu. Yang jelas, kulihat dia enjoy-enjoy aja melihatku sedang disetubuhi oleh sahabatnya, enjoy-enjoy saja melihat pinggulku bergoyang-goyang edan.
Benny pun sama enjoynya. Tanpa peduli kehadiran suamiku, Benny terkadang mendesakkan batang kemaluannya dalam sekali, sampai menyentuh ujung liang ku. Ini membuatku merengek nikmat, dengan mata merem melek.
Ketika aku mau merasakan titik puncak orgasmeku, tak terkendalikan lagi aku merintih-rintih histeris, “Ooohhh…Bang Benny….oooh…aku mau orga Bang….ooooh….”
Tanpa peduli lagi bahwa suamiku sedang menyaksikan semuanya ini.
Susah melukiskan semuanya itu, karena aku sendiri dalam keadaan edan-eling di puncak orgasme. Yang aku ingat, Benny melanjutkan enjotan nya meski ku sudah becek. Dan pada suatu saat ia menekankan batang kemaluannya kuat-kuat sambil mendengus, ooooooo…oohhhh…..lalu terasa liang kemaluanku disemprot-semprot cairan hangat, pada saat yang sama Benny mendekapku kuat-kuat, lalu perlahan-lahan terasa batang kemaluannya melemas dan mengecil.
Aku pun memejamkan mata dalam letih dan puas. Tapi beberapa detik kemudian suamiku menggantikan peran Benny, memasukkan lagi zakarnya yang Masih keras ke dalam liang kemaluanku yang sudah kebanjiran air mani Benny. Aku tak kuasa menolak ataupun memberikan saran. Aku hanya terdiam, lalu berusaha memuaskan nafsu suamiku dengan goyangan pinggul sebisa mungkin. Padahal sekujur tubuhku masih terasa ngilu-ngilu.
Malam itu memang malam edan. Setelah suamiku ejakulasi, Benny maju lagi. Dia minta agar aku mengubah posisiku jadi di atas. Lalu terjadilah persetubuhan yang kedua dengan sahabat suamiku itu.
Tentu saja ronde kedua ini (kedua untuk Benny, ketiga untukku) jauh lebih lama daripada ronde pertama tadi. Aku sendiri sudah tak tahu lagi berapa kali mengalami orgasme saat itu. Yang aku tahu, setelah lebih dari sejam kami bersetubuh, Benny mencabut nya dari ku, kemudian menyemburkan sperma hangatnya di dalam mulutku.
Setelah Benny terkapar, aku bergegas menuju kamar mandi, untuk berkumur-kumur dan membersihkan kemaluanku. Lalu kembali ke kamar, tadinya ingin beristirahat. Tapi rupanya persetubuhanku yang kedua dengan Benny tadi menyebabkan libido suamiku berkobar lagi!
Terpaksalah kuladeni lagi suamiku, karena merasa kasihan kalau nafsunya tidak kupuasi. Tapi, oh my God….selesai suamiku menyetubuhiku, Benny ingin meku lagi untuk yang ketiga kalinya!
Mungkin di situlah letak keistimewaan main threesome seperti yang pernah diungkapkan oleh suamiku. Aku sudah membuktikannya. Suamiku biasanya hanya menyetubuhiku 2 atau 3 hari sekali. Tapi malam itu, ia mampu menyetubuhiku 3 kali! Berati aku mengalami hubungan sex 6 kali di malam edan itu!
ESOKNYA, sepulang dari kantornya, suamiku menghampiriku yang sedang rebahan di kamar. “Bagaimana kesannya tadi malam, sayang?”
“Lemes….tubuhku serasa dilolosi….” sahutku sambil tersenyum canggung.
Suamiku memelukku dan berbisik, “Tapi kamu puas kan?”
“Lebih dari puas,” sahutku sambil mencubit lengan suamiku, “Mas sendiri sampai bisa tiga kali ya.”
Suamiku mengangguk, “Itulah kelebihan threesome.”
“Emang Mas gak cemburu waktu Benny sedang menyetubuhiku?” tanyaku dengan pandangan penuh selidik.
“Tentu aja cemburu,” sahut suamiku dengan senyum, “Tapi di balik rasa cemburu, nafsuku jadi berkobar dengan hebatnya ketika melihatmu sedang disetubuhi oleh Benny. Padahal belakangan ini aku tak pernah lagi menidurimu lebih dari sekali dalam semalam kan? Tapi tadi malam….”
“…Sampai tiga kali!” tukasku.
Suamiku mengangguk sambil tersenyum menggoda.
“Tapi…pada satu saat, mungkin Benny akan ngajak Mas untuk mengeroyok Yayuk juga kan?”
Suamiku tercenung sesaat. Lalu katanya, “Mungkin saja. Tapi aku pasti minta izin dulu padamu. Gakpapa kan?”
Meski berat terpaksa kujawab, “Gakpapa…biar adil….tapi Mas…ada masalah lain yang selama ini jadi pikiranku…”
“Soal apa?”
“Si Troy itu…bagaimana kalau dia ketagihan?”
“Ajak aja ke sini. Biar aku bisa nonton diam-diam.”
“Dia gak mau Mas. Takut sama Mas. Kan aku belum bilang kalau semua yang telah terjadi itu keinginan Mas sendiri.”
“Memang sebaiknya jangan bilang dulu. Nanti disangkanya aku sudah gila. Padahal aku cuma ingin kreatif aja.”
“Jujur aja, tadi pagi dia nelepon. Dia bilang ketagihan….”
“Tentu aja ketagihan. Cowok mana yang tidak ketagihan setelah merasakan enaknya mu. Hehehe….”
“Mm…kalau…kalau…ah gak deh…”
“Lho, ngomong kok gak diterusin?!”
“Takut Mas marah.”
“Gak. Aku janji gak marah. Ada apa?”
“Kalau dia ngajak ketemuan di satu tempat gimana? Kabulkan jangan?”
“Dia kost di luar kota, dekat kampusnya. Di rumah kost itu banyak orang. Gak mungkin bisa ketemuan di sana.”
“Kalau…kalau…kalau di hotel?”
“Boleh aja. Yang penting kamu harus laporan sama aku nanti.”
“Bener nih Mas?”
“Bener,” suamiku mengangguk, sebaiknya sih di sini. Kan bisa kuatur, misalnya pura-pura aku gak di rumah.”
“Lalu diam-diam Mas ketemuan sama Yayuk lagi?”
“Nggak sayang. Intinya bukan itu. Aku merelakanmu digauli orang lain bukan karena ingin selingkuh dengan wanita lain. Yang penting bagiku, bisa menyaksikan waktu kamu digauli orang lain itu. Hal itu akan membuatku cemburu, lalu bangkit nafsuku…seperti tadi malam itu…”
“Yang tadi malam itu swinger juga Mas?”
“Bukan, yang tadi malam namanya threesome MMF. Kalau swinger ya waktu di Puncak itu.”
“MMF? Maksudnya?”
“MMF itu male-male-female. Kalau FFM female-female-male.”
“Berarti bisa juga perempuannya dua orang, lelakinya seorang?”
“Iya. Tapi pada dasarnya fisik wanita lebih siap untuk menghadapi pria lebih dari seorang. Lelaki kan harus ereksi. Kalau menghadapi wanita lebih dari seorang, pasti dia tak bisa memuaskan wanita-wanita itu. Hanya buat gaya-gayaan doang. Kalau wanita kan bisa melayani pria walaupun sambil tidur. Pria tidak bisa begitu. Penisnya harus ereksi dulu sebelum melakukan kontak seksual.”
“Berarti wanita lebih tangguh daripada lelaki dong Mas.”
“Iyalah, aku harus jujur mengakui hal itu.” suamiku mengangguk, “Perempuan kan tinggal telanjang dan telentang, mau diantri sama sepuluh lelaki juga bisa. Tapi lelaki? Kalau sudah ejakulasi ya terkulai, letih lesu…dikasih bidadari juga belum tentu mampu bangkit lagi…hehehe…”
Aku cuma tersenyum mendengar ucapan suamiku itu. Semacam pengakuan lelaki. Bahwa sebenarnya perempuan ditakdirkan lebih tangguh daripada pria secara fisik. Lelaki kalau dikasih 10 orang cewek dalam semalam, pasti takkan ternikmati semua. Tapi wanita? Diantri sama 10 orang lelaki juga bisa. Tapi poliandri tetap merupakan hal yang janggal di dunia ini, sementara poligami banyak terjadi di mana-mana.
“Kapan mau swinger lagi?” tanya suamiku tiba-tiba.
“Sama Benny dan Yayuk?” aku balik bertanya.
“Nggak harus dengan mereka. Masih banyak alternatif.”
“Hah? Gak salah tuh?” aku melotot, “Rencana apa lagi yang sudah tersimpan di hati Mas?”
“Masih kupikirkan,” sahut suamiku datar, “Soalnya kita harus yakin teman swinger kita bersih, jangan sampai menularkan penyakit.”
Aku tidak berani menanggapi. Lalu kata suamiku, “Kalau dengan Benny dan Yayuk terus, kita bisa jenuh juga.”
“Ih…emang Mas punya rencana sama siapa lagi?”
“Sudah ada dua pasang yang mau swinger sama kita. Tapi aku harus memikirkannya dulu.”
“Tapi Mas…apa hubungan kita nanti gak rusak?” tanyaku sangsi.
“Nggak sayang,” Mas Janus memelukku lembut, “Yang penting jangan terlalu sering. Obat juga kalau over dosis bisa berdampak negatif.”
Aku cuma mendengarkan. Da kata Mas Janus lagi, “Sekali kita swinger, kesannya akan melekat dalam waktu tertentu. Bisa sebulan, bisa dua bulan dan seterusnya. Tergantung dari kesan yang kita dapatkan pada waktu swinger itu.”
Aku tetap tak mau menanggapi, takut salah ngomong.
Kata suamiku lagi, “Sebenarnya sekarang ada beberapa perkumpulan swinger, tersebar di kota-kota besar. Tentu saja aktivitas mereka gak terlalu terbuka. Semuanya dilakukan secara rapi. Seolah-olah kumpulan arisan keluarga biasa.”
“Masa sih?” aku tercengang, “terus bagaimana cara aktivitas mereka?”
“Biasanya mereka bergerak tidak terlalu banyak, supaya tidak menraik perhatian. Misalnya satu hari mereka berkumpul di sebuah villa besar di luar kota. Mungkin yang hadir hanya enam atau tujuh pasang. Lalu di villa itu mereka tukar pasangan, bisa dengan cara mengundi atau atas kesepakatan semua pihak.”
“Ih…kalau yang begitu jangan mau Mas. Lama-lama bisa over dosis seperti kata Mas tadi.”
Suamiku hanya tersenyum datar. Entah apa yang sedang berada di alam pikirannya.
Kami sama-sama terdiam, hanyut dalam terawangan masing-masing.
Hari berganti hari tiada peristiwa yang penting, sampai pada suatu hari, terjadilah peristiwa yang tak kuduga sebelumnya. Berawal dari kontak telepon dengan adik iparku:
“HALLO…Lagi ngapain Troy?”
“Lagi nyantai aja. Apa kabar Mbak?”
“Baek. Kamu bener-bener kangen sama aku?”
“Kangen sekali. Gimana ya…mm..aku ketagihan Mbak…tapi takut ketahuan sama Mas Janus.”
“Ah, nggak apa-apa kok. Aku jamin abangmu nggak apa-apa.”
“Nggak apa-apa gimana?”
“Nanti deh aku cerita. Tapi kalau kamu mau dan ingin bebas, kan bisa ketemuan di hotel.”
“Ih, takut Mbak. Sekarang sering ada razia di hotel-hotel. Kalau sampai kena razia bisa heboh nanti. Mmm…kalau Mbak mau, aku ada usul…”
“Apaan tuh?”
“Aku punya temen, Piet namanya. Lengkapnya sih Pieter, tapi biasa dipanggil Piet aja.”
“Terus?”
“Rumahnya kosong, cuma dia sendiri di rumah itu. Orang tuanya di Amerika.”
“Terus?”
“Ya kita ketemuannya di rumah dia aja. Gimana?”
“Lho, kalau dia tau gimana?”
“Gakpapa Mbak. Orangnya fair kok.”
“Terus?”
“Jujur, aku sudah bilang kapan-kapan mau numpang pake salah satu kamar di rumah dia. Ya tadinya sih kalau Mbak gak keberatan, mau kuajak ketemuan di rumah dia itu Mbak.”
“Kalau dia tau kan malu, sayang.”
“Di dalam kamar tertutup, masa dia tau apa yang kita lakukan?”
Aku tercenung sesaat. Lalu terdengar lagi suara Troy di hpku, “Kita ketemuan aja dulu di sana. Nanti Mbak pertimbangkan di sana. Kalau Mbak gak sreg ya cari alternatif lain.”
“Tapi kamu jangan bilang aku ini istri abangmu. Gak enak.”
“Beres Mbak. Terus kapan kita ketemuan di sana?”
“Terserah kamu. Tapi harus di jam kerja.”
“Mmm…Senin pagi aja ya.”
“Senin lusa? Oke aku setuju. Soalnya tiap hari Senin abangmu suka pulang telat, kadang-kadang sampai malam. Rumah temanmu itu di mana?”
Troy menyebutkan suatu alamat rumah.
Kataku. “Kita langsung ketemuan di sana aja ya Troy. Jangan keliatan bareng perginya.”
“Baik, jam sembilan aku sudah stand by di rumah Piet. Mbak mau pake apa ke sananya?”
“Ya pake taksi aja.”
“Sip deh! Sampai ketemu di sana nanti ya Mbak.”
“Oke. Take care Troy.”
Setelah hubungan telepon terputus aku tercenung. Memang harus kuakui, Troy membuatku kangen terus. Maklum dia masih begitu muda, 19 tahun juga belum. Tentu sangat beda dengan suamiku yang sudah 30 tahun. Aku sudah membayangkan betapa nikmatnya dalam gasakan dan keperkasaan Troy nanti.
Rasanya lama sekali menunggu hari Senin tiba. Dua hari yang kunantikan serasa menunggu dua bulan lamanya. Aku resah sekali rasanya. Tapi kusembunyikan keresahanku ini, jangan sampai diketahui oleh suamiku.
Senin yang dinantikan tiba juga. Jam 7 suamiku sudah berangkat kerja. Setelah bunyi mesin mobilnya hilang dari pendengaran, bergegas aku menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhku sebersih-bersihnya. Tak cukup dengan itu. Selesai mandi kusemprot-semprotkan parfum ke setiap sela yang mungkin tersentuh oleh Troy nanti. Aku ingin menimbulkan kesan seindah mungkin di batin adik iparku itu.
Kukenakan celana jeans dengan t-shirt biru tua yang agak ketat. Tak lama kemudian aku sudah berada di dalam taksi yang sedang menuju alamat rumah teman Troy yang bernama Piet itu.
Rumah yang kutuju itu beberapa kilometer di luar kota. Aku agak tertegun melihat kemegahan rumah dengan pekarangan yang sangat luas itu. Pasti orang tua Piet bukan orang kebanyakan. Mungkin seorang pejabat tinggi atau pelaku bisnis papan atas. Hal itu membuatku ragu. Tapi begitu taksi berhenti di depan pintu pagar rumah megah itu, Troy datang menjemputku. Dengan sopan ia membukakan pintu taksi waktu aku mau turun.
“Temenmu mana?” tanyaku dengan perasaan tak menentu waktu berjalan menuju pintu depan rumah megah itu.
“Lagi keluar dulu,” sahut Troy sambil menggenggam pergelangan tanganku, “Santai aja Mbak. Di sini aku merasa seperti di rumah sendiri.”
“Kita langsung aja ke kamar yang sudah disediakan di atas yok,” ajak Troy sambil menunjuk ke tangga yang menuju lantai dua. Aku menurut saja, meski terasa sikapku serba canggung.
Di dalam salah satu kamar lantai atas, aku mulai merasa tenang. Terlebih setelah Troy menutupkan pintunya.
Pandanganku tertumbuk ke sebuah foto besar berbingkai silver. Foto seorang anak muda di atas sebuah motor Harley Davidson. Tampan sekali anak muda itu. Aku menduganya seorang artis yang belum kuketahui namanya. Tapi Troy menunjuk foto itu sambil menerangkan, “Itulah Piet. Ganteng ya Mbak.”
Aku cuma mengangguk cuek, padahal hatiku berkata, “Ganteng dan sexy sekali temanmu itu….”
Kamar itu ada kamar mandinya. Maka bisikku, “Aku mau pipis dulu ya.”
Troy mengangguk sambil tersenyum. Aku pun masuk ke dalam kamar mandi itu. Bukan cuma mau pipis, tapi sekalian ingin mencuci ku sebersih mungkin. Karena aku yakin ku akan dijilati oleh Troy nanti, jangan sampai ada bau yang kurang sedap, meski sudah disemprot parfum di rumah tadi.
Celana jeans dan BH kugantungkan di kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan CD dan t-shirt. Rupanya Troy juga sudah melepaskan celana jeansnya, sama seperti aku, tinggal mengenakan t-shirt dan CD.
Senyum Troy tampak menggoda waktu aku menghampirinya. Lalu memelukku dengan hangat. Dan menciumi pipi serta leherku, lalu melumat bibirku dengan hangat dan membangkitkan gairahku.
Supaya Troy lebih leluasa menikmati kemulusan tubuhku, kulepaskan t-shirtku, sehingga payudaraku yang masih terawat kencang ini tak tertutup apa-apa lagi. Troy pun menanggalkan t-shirtnya. Lalu memelukku dengan hangat dan meraihku ke atas tempat tidur. Aku pun mulai menggelinjang nikmat ketika Troy mulai menjilati puting payudaraku. Tak hanya itu, lidahnya mulai menjilati pusar perutku dan turun terus, sampai akhirnya kemaluanku mulai dijilatinya dengan penuh semangat. Aku pun mulai menggeliat-geliat dalam arus kenikmatan, sambil merengek lirih,“Troy…oooh…ini enak sekali sayang…kamu be…belajar dari siapa sih…kok pintar amat kamu main emut begini…?”
“Belajar dari film bokep,” sahut Troy sambil menghentikan jilatannya sesaat, lalu menyedot-nyedot kelentitku membuatku mendesah-desah lagi dalam nikmat.
“Udah Troy…masukin aja….cepet…aku pengen melepas kangenku sama tititmu yang gagah itu…” pintaku sambil menarik bahu Troy agar naik ke atas tubuhku.
Troy mengikuti ajakanku. Ia mulai mengarahkan batang kemaluannya ke mulut ku. Aku pun membantunya, merenggangkan pahaku sambil memegang batang kemaluan Troy dan menekankan puncaknya pas di mulut veggyku. Lalu aku mengedipkan mata, sebagai tanda agar ia mulai mendorong…dan…aaah…batang kemaluan Troy mulai melesak dengan mantapnya ke dalam liang kemaluanku!
Tapi setelah mulai menggeser-geserkan zakarnya maju mundur dalam liang kenikmatanku, ia berkata terengah, “Mbak jangan marah ya…sebenarnya Piet ada di rumah ini. Dia ingin nonton kita Mbak…”
“Apa?” aku kaget, tatapanku tertuju ke foto besar yang terpampang di dinding itu. Foto anak muda yang tampan itu, “terus kalau dia ngiler nanti gimana? Kamu kok ada-ada aja.”
Nada ucapanku seperti protes. Tapi diam-diam aku teringat pada peristiwa main bertiga dengan Benny. Apakah pagi ini akan terjadi kisah yang mirip itu?
“Dia orang sopan Mbak. Dia hanya ingin nonton. Tapi…kalau dia gak tahan dan ingin ikutan, mainin aja nya sama tangan Mbak…itu juga kalau Mbak gak keberatan. Pokoknya aku jamin tidak akan ada pemaksaan, Mbak.” Troy mulai mengenjot nya dengan gerakan syur, yang membuatku mulai terpejam-pejam.
“Nggak tau ah…” sahutku pura-pura tidak suka. Tapi diam-diam khayalanku mulai melambung…membayangkan sesuatu yang luar biasa indahnya.
“Dia menunggu izin Mbak untuk masuk ke kamar ini. Izinkan jangan?” tanya Troy sambil menghentikan gerakannya sejenak.
“Terserah kamu aja lah,” sahutku dingin. Padahal diam-diam aku ingin melihat apakah Piet itu setampan wajah di foto itu?
Tanpa menghentikan genjotan nya, Troy berseru, “Piet! Come on…!”
Aku rada degdegan juga ketika kudengar pintu dibuka. Soalnya aku dalam keadaan begini, keadaan telanjang bulat dan sedang disetubuhi oleh adik iparku.
Lalu tampak seorang anak muda tinggi semampai dengan wajah, Oh my God…! Tampan sekali cowok bernama Piet itu. Tubuhnya pun tinggi sekali, mungkin ada 190 cm tingginya. Dan senyumnya itu, oh…jangan-jangan aku bisa jatuh hati nanti…!
“Kenalan dulu dong,” Troy menghentikan entotannya sejenak, sambil menoleh ke arah Piet.
Aku yang sedang terlentang ini sempat juga berjabatan tangan dengan Piet. Ini adalah jabatan tangan yang paling canggung dalam hidupku. Karena aku sedang bertelanjang bulat, sedang dientot pula oleh Troy. Tapi di balik itu semua, aku benar-benar kagum melihat tampang dan sikap Piet. Jujur, aku belum pernah melihat cowok setampan Piet. Dengan melihat senyumnya saja hatiku sudah tergetar hebat. Dan waktu tangannya menjabat tanganku sambil menyebutkan namanya, terasa ada aliran hangat yang membuatku luluh. Oh, andaikan Piet meminta untuk menyetubuhiku, aku mau dan rela lahir bathin!
“Ayo lanjutkan Troy,” kata Piet sambil duduk di samping kananku, “Ini pertunjukan dahsyat….aku suka sekali.”
Troy pun melanjutkan permainan surgawi ini. Dengan mantap batang kemaluannya menggenjot liang kewanitaanku lagi. Sementara Piet seperti asyik sekali memperhatikan semuanya ini.
“Ahhh…ini merangsang sekali, jauh lebih edan daripada nonton bokep,” cetus Piet sambil menekan-nekan bawah perutnya.
Aku merasa kasihan juga. Meski sedang menikmati asyiknya enjotan Troy, kugenggam pergelangan tangan Piet dengan hangat. Piet senang kelihatannya dengan genggamanku.
“Ih, aku jadi ngaceng, Mbak….” katanya malu-malu.
“Masa…?” sahutku terengah, karena entotan Troy terasa makin gencar. Dan penasaran juga, sengaceng apa cowok tampan itu. Lalu kujulurkan tanganku, hinggap di bawah perut Piet yang masih berpakaian lengkap itu. Kutarik ritsleting celana jeansnya, agak susah dan Piet membantuku menarik ritsleting celananya. Lalu tanganku menyelinap ke balik celana dalamnya. O, my God! Apa aku gak salah pegang? Aku menyentuh sesuatu yang besar sekali, mungkin sama dengan pergelangan tanganku! Bahkan mungkin lebih besar lagi, sudah keras dan hangat pula!
Aku terkesiap. Mungkinkah ada sebesar itu?
Ketika kutatap wajah cowok abg itu, dia cuma tersenyum malu-malu, karena aku sedang berusaha menggenggam nya yang masih tersembunyi di balik celananya. Dan aku tak berhasil menggenggam sepenuhnya, saking besarnya batang kemaluan anak muda itu. Lalu kutarik-tarik celana jeansnya, sebagai pertanda agar ia melepaskan celananya.
Sambil tersenyum cowok rupawan itu menurunkan celana jeans dan CDnya. Wow! Aku benar-benar kaget melihat panjang dan besarnya batang kemaluan anak muda itu! Besar sekali! Panjang sekali! Apakah aku tak salah lihat?!
Perhatianku yang tertumpah ke alat kelamin Piet, membuatku kurang konsentrasi pada yang sedang Troy lakukan di atas tubuhku.
Aku menggapaikan tanganku. Anak muda bernama Piet itu mengerti dan segera mengangsurkan nya ke dekat tanganku. Darahku tersirap-sirap waktu memegang batang kemaluan yang sudah tegang itu. Benar-benar tidak tergenggam oleh tanganku! Diameternya hampir sama dengan diameter gelas! Dan panjangnya…aku yakin takkan kurang dari 25 cm! Aku tak pernah membayangkan akan ada batang kemaluan segede dan sepanjang ini.
Aku mulai mengelus bagian kepala dan leher zakar Piet, sementara Troy tetap gencar meku. Tapi ia masih sempat membisiki telingaku, “Dia belum pernah bersetubuh dengan perempuan, Mbak.”
“Masa sih?” tanyaku heran, sementara tangan kananku mulai berusaha meremas zakar Piet dengan lembut…dengan nafsu yang menjadi-jadi.
“Betul,” sahut Troy tanpa menghentikan entotannya, “Dia anak pingitan Mbak.”

kakak iparku

Photo of zarine marina


Kejadian ini berlangsung kira-kira 2 tahun yang lalu, waktu itu aku diminta oleh ibu
 mertua untuk mengambil suatu barang di rumah kakak ipar perempuanku sekalian
 menengok dia karena sudah lama tidak ketemu. Kakak iparku ini (sebut saja namanya Ina)
 memang tinggal sendirian, walaupun sudah kawin tetapi belum punya anak dan
 saat ini sudah pisah ranjang dengan suaminya yang kerja di kota lain. Aku sampai di
 rumahnya sekitar jam 19:00 dan langsung mengetuk pintu pagarnya yang sudah terkunci
. Tak lama kemudian Ina muncul dari dalam dan sudah tahu bahwa aku akan datang malam ini.
"Ayo Yan, masuk.., langsung dari kantor?, Sorry pintunya sudah digembok, soalnya Ina 

tinggal sendiri jadi harus hati-hati", Sambutnya.
Ina malam itu sudah memakai daster tidur karena toh yang bakalan datang juga masih

 terhitung adiknya, daster yang dia pakai mempunyai potongan leher yang lebar dengan 
model tangan 'you can see'.

Kami kemudian ngobrol dan nonton TV sambil duduk bersebelahan di sofa ruang tengah.

 Selama ngobrol, Ina sering bolak-balik mengambil minuman dan snack buat kita berdua. 
Setiap dia menyajikan makanan atau minuman di meja, secara tidak sengaja aku 
mendapat kesempatan melihat kedalam dasternya yang menampilkan kedua payudaranya
 secara utuh karena Ina tidak memakai BH lagi dibalik dasternya. Ina memang lebih
 cantik dari istriku, tubuhnya mungil dengan kulit yang putih dan rambut yang 
panjang tergerai. Walaupun sudah kawin cukup lama tapi karena tidak punya anak
 tubuhnya masih terlihat langsing dan ramping. Payudaranya yang kelihatan olehku, walaupun 
tidak terlalu besar tetapi tetap padat dan membulat. Melihat pemandangan begini
 terus-menerus aku mulai tidak bisa berpikir jernih lagi dan puncaknya tiba-tiba
 kusergap dan tindih Ina di sofa sambil berusaha menciumi bibirnya dan meremas-remas payudaranya.
Ina kaget dan menjerit, "Yan, apa-apaan kamu ini!".
Dengan sekuat tenaga dia mencoba berontak, menampar, mencakar dan menendang-nendang.

 Tapi perlawanannya membuat birahiku semakin tinggi apalagi akibat gerakannya itu
 pakaiannya menjadi makin tidak karuan dan semakin merangsang.
"Breett..", daster bagian atas kurobek ke bawah sehingga sekarang kedua payudaranya

 terpampang dengan jelas. Putingnya yang berwarna coklat tua terlihat kontras dengan
 kulitnya yang putih bersih.
Ina terlihat shock dengan kekasaranku, perlawanannya mulai melemah dan kedua tangannya

 berusaha menutup dadanya yang terbuka.
"Yan.., ingat, kamu itu adikku..", rintihnya memelas.
Aku tidak mempedulikan rintihannya dan terus kutarik daster yang sudah robek itu ke

 bawah sekaligus dengan celana dalamnya yang sudah aku tidak ingat lagi warnanya.
 Sekarang dengan jelas dapat kulihat vaginanya yang ditumbuhi dengan bulu-bulu hitam yang terawat baik.

Setelah berhasil menelanjangi Ina, kulepaskan pegangan pada dia dan berdiri

 di sampingnya sambil mulai melepaskan bajuku satu persatu dengan tenang. 
Ina mulai menangis sambil meringkuk di atas sofa sambil sebisa mungkin mencoba
 menutupi badannya dengan kedua tangannya. Saat itu pikiranku mulai jernih kembali
 menyadari apa yang telah kulakukan tapi pada titik itu, aku merasa tidak bisa mundur
 lagi dan aku putuskan untuk berlaku lebih halus.
Setelah aku sendiri telanjang, kubopong tubuh mungil Ina ke kamarnya dan kuletakkan

 dengan lembut di atas ranjang. Dengan halus kutepiskan tangannya yang masih menutupi 
payudara dan vaginanya, kemudian aku mulai menindih badannya. Ina tidak melawan.
 Ina memalingkan muka dengan mata terpejam dan berurai air mata setiap kali aku
 mencoba mencium bibirnya. Gagal mencium bibirnya, aku teruskan menciumi telinga
, leher dada dan berhenti untuk mengulum puting dan meremas-remas payudara satunya lagi.
 Ina tidak bereaksi. Aku lanjutkan petualangan bibirku lebih ke bawah, perut dan
 vaginanya sambil merentangkan pahanya lebar-lebar terlebih dahulu. Aku mulai dengan 
menjilati dan menghisap clitorisnya yang cukup kecil karena sudah disunat (sama dengan istriku).
 Ina mulai bereaksi. Setiap kuhisap clitorisnya Ina mulai mengangkat pantatnya mengikuti arah hisapan.

Kemudian dengan lidah, kucoba membuka labia minoranya dan memainkan lidahku

 pada bagian dalam liang senggamanya. Tangan Ina mulai meremas-remas kain sprei sambil
 menggigit bibir. Ketika vaginanya mulai basah kumasukkan jari menggantikan lidahku 
yang kembali berpindah ke puting payudaranya. Mula-mula hanya satu jari kemudian 
disusul dua jari yang bergerak keluar masuk liang senggamanya. Ina mulai berdesah 
dan memalingkan mukanya ke kiri dan ke kanan. Sekitar dua atau tiga menit kemudian 
aku tarik tanganku dari vaginanya. Merasakan ini, Ina membuka matanya
 (yang selama ini selalu tertutup) dan menatapku dengan pandangan penuh 
harap seakan ingin diberi sesuatu yang sangat berharga tapi tidak berani ngomong.
 Aku segera merubah posisi badanku untuk segera menyetubuhinya. Melihat posisi 'tempur
' seperti itu, pandangan matanya berubah menjadi tenang dan kembali menutup matanya
. Kuarahkan penisku ke bibir vaginanya yang sudah berwarna merah matang dan
 sangat becek itu. Secara perlahan penisku masuk ke liang senggamanya dan Ina
 hanya mengigit bibirnya. Tiba-tiba tangan Ina bergerak memegang sisa batang 
penisku yang belum sempat masuk, sehingga penetrasiku tertahan.
"Yan, kita tidak boleh melakukan hal ini..", Kata Ina setengah berbisik sambil memandangku.
Tapi waktu kulihat matanya, sama sekali tidak ada penolakkan bahkan lebih terlihat adanya

 birahi yang tertahan. Aku tahu dia berkata begitu untuk berusaha memperoleh pembenaran
 atas perbuatan yang sekarang jadi sangat diinginkannya.
"Tidak apa-apa 'Na, kita kan bukan saudara kandung, jadi ini bukan incest", Jawabku.
"Nikmati saja dan lupakan yang lainnya".
Mendengar perkataanku itu, Ina melepaskan pegangannya pada penisku yang sekaligus

 aku tangkap sebagai instruksi untuk melanjutkan 'perkosaannya'. Dalam 'posisi standard' itu
 aku mulai memompa Ina dengan gerakan perlahan, setiap kali penisku masuk, aku ambil
 sisi liang senggama yang berbeda sambil mengamati reaksinya. Dari eksperimen awal ini
 aku tahu bahwa bagian paling sensitif dia terletak pada dinding dalam bagian atas yang
 kemudian menjadi titik sasaran penisku selanjutnya.

Strategi ini ternyata cukup efektif karena belum sampai dua menit Ina sudah orgasme,

 tangannya yang asalnya hanya meremas-remas sprei tiba-tiba berpindah ke pantatku.
 Ina dengan kedua tangannya berusaha menekan pantatku supaya penisku masuk
 semakin dalam, sedangkan dia sendiri mengangkat dan menggoyangkan pantatnya 
untuk membantu semakin membenamnya penisku itu. Untuk sementara kubiarkan dia mengambil alih.
"sshh.., aahh", rintihnya berulang-ulang setiap kali penisku terbenam.
Setelah Ina mulai reda, inisiatif aku ambil kembali dengan merubah posisi badanku

 untuk style 'pumping flesh' untuk mulai memanaskan kembali birahinya yang dilanjutkan
 dengan style 'stand hard' (kedua kaki Ina dirapatkan, kakiku terbuka dan dikaitkan ke betisnya)
. Style ini kuambil karena cocok dengan cewek yang bagian sensitifnya seperti
 Ina dimana vagina Ina tertarik ke atas oleh gerakan penis yang cenderung vertikal.
 Ina mengalami dua kali orgasme dalam posisi ini.
Ketika gerakan Ina semakin liar dan juga aku mulai merasa akan ejakulasi aku rubah

 stylenya lagi menjadi 'frogwalk' (kedua kaki Ina tetap rapat dan aku setengah berlutut
/berjongkok). Dalam posisi ini setiap kali aku tusukkan penisku, otomatis vagina sampai
 pantat Ina akan terangkat sedikit dari permukaan kasur menimbulkan sensasi yang
 luar biasa sampai pupil mata Ina hanya terlihat setengahnya dan mulutnya mengeluarkan
 erangan bukan rintihan lagi.
"Na, aku sudah mau keluar. Di mana keluarinnya?", Kataku sambil terus memompa 

secara pelan tapi dalam.
"ddi dalam saja.., di dalam saja, aahh.., jangan pedulikan", Ina mejawab ditengah erangan kenikmatannya.
"Aku keluar sekarraang..", teriakku.
Aku tekan vaginanya keras-keras sampai terangkat sekitar 10 cm dari kasurnya dan cairan

 kenikmatan tersemprot dengan kerasnya yang menyebabkan untuk sesaat aku lupa akan dunia.
"Jangan di cabut dulu Yan..", bisik Ina.
Sambil mengatur napas lagi, aku rentangkan kembali kedua paha Ina dan aku pompa

 penisku pelan-pelan dengan menekan permukaan bawah vagina pada waktu ditarik.
 Dengan cara ini sebagian sperma yang tadi disemprotkan bisa dikeluarkan lagi sambil
 tetap dapat menikmati sisa-sisa birahi. Ina menjawabnya dengan hisapan-hisapan kecil 
pada penisku dari vaginanya
"Yan, kenapa kamu lakukan ini ke Ina?", tanyanya sambil memeluk pinggangku.
"Kamu sendiri rasanya gimana?", aku balik bertanya.
"Mulanya kaget dan takut, tapi setelah kamu berubah memperlakukan Ina dengan 

lembut tiba-tiba birahi Ina terpancing dan akhirnya turut menikmati apa yang belum
 pernah Ina rasakan selama ini termasuk dari suami Ina", Jawabnya.

Kita kemudian mengobrol seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa dan sebelum pulang

 kusetubuhi Ina sekali lagi, kali ini dengan sukarela. Sejak malam itu, aku 'memelihara'
 kakak iparku dengan memberinya nafkah lahir dan batin menggantikan suaminya yang 
sudah tidak mempedulikannya lagi. Ina tidak pernah menuntut lebih karena istriku adalah
 adiknya dan aku membalasnya dengan menjadikan 'pendamping tetap' setiap aku pergi
 ke luar kota atau ke luar negeri. 

Istri Kakakku yang Kesepian




Sebut namaku Dede, semasa kuliah aku tinggal bersama kakakku Deni dan istrinya Dina.
 Aku diajak tinggal bersama mereka, karena kampusku dekat dengan rumah mereka, daripada aku kost. 
Usiaku dengan Kak Deni selisih 5 tahun dan Dina 2 tahun lebih tua dariku. 

Karena Kak Deni bertugas di kapal, ia sering jarang di rumah. Sering kulihat Dina
 kelihatan kesepian karena ditinggal kakakku. Kuhibur dia dan akhirnya kami sering bercanda.
 Lama-lama Terkesan kalau Dina lebih dekat ke aku dibanding Kak Deni. Karena Kak Deni jarang
 pulang akhirnya kami sering keluar jalan-jalan. Dan terkadang kami nonton bioskop berdua untuk 
menghilangkan rasa sepi Dina. Sering Dina dikira pacarku, tentu aku jadi bangga jalan dengannya.
 Seluk beluk di dirinya membuat mata terpikat dan tak lepas melirik. Keesokan harinya sepulang kuliah
 kulihat rumah sepi. Sesaat aku bingung ada apa dan kemana Dina. Sesaat kulihat di celah pintu kamarnya 
ada cahaya TV
. Segera kucek apa ia ada di kamar. Kubuka pintunya, sesaat kuterdiam, terlihat di TV kamarnya adegan
 yang merangsang, sekilas kulihat Dina sedang terlentang dan ia kaget akan kehadiranku. "Maaf Mbak!"
 sahutku dengan tidak enak. 

Lalu kututup pintu kamar dan keluar. Sekilas teringat yang sekilas kulihat tadi. Dina sedang asyik memainkan
 buah dadanya yang besar dan daerahnya yang indah dengan sebagian kulit yang tak tertutup sehingga
 memamerkan beberapa bagian tubuhnya. Sesaat beberapa lama di dalam kamar. Rasanya kuingin menonton 
yang Dina tonton tadi. Lalu kusetel CD simpanan di kamarku. Tampaknya birahiku muncul melihat adegan-adegan
 itu, sesaat terlintas yang dilakukan Dina di kamarnya. Tubuhnya merangsang pikiranku untuk berkhayal. 
Akhirnya seiring adegan film aku berkhayal bercinta. Kukeluarkan penisku dan kumainkan. Sesaat aku kaget,
 Dina masuk ke kamarku. Rupanya aku lupa mengunci pintu. Ia terlihat terdiam melihat milikku. 
Wajahnya tegang dan bingung. Sesaat kami sama-sama terdiam dan bingung. 

"Ma.. maaf, ganggu ya," tanya Dina dengan matanya yang menatap milikku. 
"Eh.. enggak Mbak, a.. ada apa Mbak," sahutku dengan tanganku yang masih memegang milikku. 
"Nggak, tadi ada apa kamu kekamar?" tanya Dina dengan bingung karena kejadian ini. 
"Oh itu, sangkain aku rumah kosong, aku nyari Mbak," sahutku sambil kumasukkan milikku lagi. 
"Kamu nonton apa?" tanya Dina lalu melihat film yang kusetel. 
"I.. itu.. sama yang tadi," sahutku dengan isyarat yang ditonton Dina di kamarnya. 
Dina terdiam sesaat sambil melihat film. 
"Maaf Mbak, boleh pinjem yang tadi nggak?" tanyaku dengan malu. 
"Boleh, kenapa enggak?" jawab Dina. 
"Mau minjem Mbak.. apa mau nonton di sini?" tawarku kepada Dina. 
"Sekalian aja deh, biar rame," jawabnya. 

Adegan demi adegan difilm kami lewati, dan beberapa kali kami mengganti film. Kami juga berbincang dan 
mengobrol tentang yang berhubungan di film. Mungkin karena kami sering berdua dan bicara dari hati ke hati 
akhirnya kami merasakan ada kesamaan dan kecocokan. Kami tidak canggung lagi. Rasanya kami sama-sama
 menyukai tapi kami sadari Dina milik kakakku. Kami akhirnya biasa duduk berduaan dengan dekat. Sering dan
 banyak film kami tonton bersama. Kami akhirnya mulai sering melirik dan bertatapan mata. Sesaat saat film
berputar tanpa kami sadari, tatapan mata kami membuat bibir kami bersentuhan. Tampaknya gairah kami sama
 dan tak bisa dibendung dan kami tergerak mengikuti iringan gairah dan birahi. Aku pikir ciuman tak apalah,
 akhirnya bibir dan lidah kami saling bersaing. Nafsu membuat kami terus berebutan air liur. 

Beberapa lama kami nikmati kejadian ini, kemudian kami tersadar dan berhenti. Kami hanya bisa diam 
alam pelukan. Mata kami tak sanggup bertatapan. Rasanya bingung. Cukup lama kami berpelukan sampai
 akhirnya kami duduk biasa lagi. Kehangatan tubuh dan sikap Dina memancing birahiku. Beberapa lama kami
 tak bisa mengeluarkan kata-kata. Perlahan kubuai rambut panjang Dina. Tampaknya ia menyukainya.
 Perlahan tanganku mengelus pundaknya. Sesaat kami bertatapan lagi. Wajahnya dewasa dan cantik,
 kurasakan wajah yang mengharapkan sentuhan dan kehangatan. Kurasakan isyarat dari Dina untuk
 berciuman lagi. Tanpa basa-basi kulahap bibirnya, ahh nikmat rasanya. Bibirnya terasa lembut di bibirku
. Lalu dada kami saling berhadapan. Sekilas kulihat buah dadanya yang besar. Lalu kupeluk Dina dengan 
maksud ingin menyentuh dan merasakan miliknya. 

Sesaat kurasakan miliknya di dadaku, besar, empuk dan besar. Perlahan tanganku mengelus-elus pahanya
 yang lembut dan halus. Sebagai penjajakan kuelus selangkangannya, tampaknya ia menikmatinya. Kurasakan
 tanganku ia elus sebagai tanda ia menyukainya. Tanpa menunggu aku segera meraba-raba daerah sensitifnya.
 Sesaat tanganku ia raih dan ia giring ke dadanya. Ahh, akhirnya kurasakan buah dada yang besar di dekapan
 tanganku. Sesaat kurasakan milikku didekap tangan Dina, ahh rasanya aku menikmatinya. Perlahan tangannya
 memainkan, nikmat rasanya. Perlahan kulepaskan tangan Dina dari milikku. Kubuka sebagian celanaku sehingga
 milikku menghunus tegap. Kuraih tangannya dan kuarahkan ke milikku. Sesaat tangannya mendekap milikku,
 ia mainkan lalu beberapa lama kemudian wajahnya menuju ke milikku dan ia hisap. Ah, lembutnya mulut Dina.
 Rupanya ia suka menghisap milikku. milikku keluar masuk di mulutnya secara perlahan seiring tangannya yang
 mengayun-ayun milikku. 

Perlahan kuangkat kaosnya sehingga terlihat buah dada yang tertutup bra. Kuraih kaitannya dan kulepas.
 Perlahan tanganku menyusup di branya lalu meraba dan meremas buah dadanya yang besar, halus dan lembut.
 Kurasakan putingnya yang kenyal mengeras, dadanya pun mengeras. Lalu tanganku menuju celana pendeknya
 dan kubuka bersama celana dalamnya. Ahh, indah tubuhnya bila tanpa pakaian dan sangat merangsang. 
Pinggangnya yang ramping dan pinggul yang lumayan, kulitnya putih bersih dan mulus. Kuelus-elus bokongnya
 yang halus dan lembut. Pahanya kuraba lalu bulunya dan tonjolan sensitifnya. Seiring hisapannya kumainkan
 bibir vagina yang sudah basah perlahan jariku masuk ke liang vaginanya. Kurasakan lembut di jemariku, nikmat
 rasanya."Dede.. oouuhh.." ucapnya seiring jariku yang tertancap di liangnya. Sesaat kemudian kurasakan 
gerakan mulut dan nafasnya tambah cepat. Kurasakan air liur Dina membasahi milikku. 

Cukup lama mulutnya bermain sampai ku tak tahan menahan maniku. "Mmmhh.." ucap Dina seiring semburanku
 di dalam mulutnya. Kurasakan mulutnya tetap menghisap milikku, lalu maniku dan terus sampai beberapa lama.
 Kemudian bibirnya selesai bermain. "Udah De?" sahutnya dengan isyarat apakah aku puas. Aku tersenyum meliha
t wajah cantiknya yang memucat dan merangsang. Rasanya milikku belum puas masuk di mulutnya. Kemudian 
ia terbaring dengan jariku yang masih masuk di liangnya. "Mbak yang ini belom," sahutku dengan isyarat jariku
 yang keluar masuk di liangnya."Emang kenapa?" tanyanya dengan isyarat wajah yang menanyakan apa 
keinginanku. Kemudian kubuat posisi bersetubuh. Kaki Dina mengangkang lebar dan terangkat seakan siap
 bermain. Bibir vagina yang agak merah terlihat jelas olehku. Milikku yang terhunus akhirnya menyentuh bibir
 vaginanya yang lembut yang sudah basah. Perlahan kumasukkan dan akhirnya hilang tertelan di liang Dina
 yang lembut. 

"Mmhh.." desah Dina dengan dagunya yang perlahan terangkat dan telapak kakinya memeluk pinggulku. 
Milikku keluar-masuk diliangnya dan dada Dina membusung seakan tidak kuat merasakan kenikmatan
 sentuhanku. "Ooouuhh.. oouuhh.." berulang desahan itu Dina keluarkan. Beberapa lama kurasakan nikmatnya
 tubuh Dina. Perlahan kurasakan pinggul Dina bergerak sehingga mempercepat gesekan penis dan liangnya. 
Sessat ia dekap tubuhku. Tubuhnya menegang. "Dede.." ucapnya dengan getaran kenikmatan. Aahh Kurasakan
 penisku didekap kuat liang Dina. "Ooouuhh," desah nikmat Dina. Kulihat Dina mulai melemas pasrah. Melihat ini
 gairahku meningkat seakan tubuhnya santapanku. Nafsuku membuat milikku keluar masuk dengan cepat. Ahh,
 puncakku disaat penisku masih di dalam liang Dina. Aku tak dapat menahan semburanku karena nikmatnya tubuh
 Dina. "Ooouuhh.." desah Dina mengiringi setiap semburanku. Milikku kubiarkan tertancap terus. Tampaknya Dina
 tak menolaknya. Tubuhku belum puas menikmati tubuhnya. Terkadang tanganku menikmati dada dan putingnya.
 Dan beberapa kali kami berciuman lagi. Aku tak peduli walaupun bibirnya bekas milik dan maniku karena
 benar-benar nikmat. 

Sampai tenaga kami pulih, kurasakan dekapan liang Dina yang agak mengering basah lagi. Lalu kami bermain lagi.
 Ini terus kami lakukan sampai kami tak kuat dan tidur kelelahan. Esoknya kami tersadar dan kami mandi
 bersama. Tampaknya kami menyukai kejadian kemarin. Rasa bersalah hilang karena Kami rasakan kecocokan, 
dan kami teruskan hubungan ini. Karena kakakku jarang di rumah kami sering berdua, tidur bersama dan mandi 
bersama dengan sentuhan-sentuhan yang nikmat. Ini menjadi rahasia kami berdua seterusnya. sampai aku 
memiliki istri dan sama-sama mempunyai anak kami terus berhubungan. 

IBU DAN ADIK

IBU DAN ADIK

Kuliah adalah tempat seseorang untuk menuntaskan cita-citanya. Dan juga mungkin tempat di mana kita akan mengenal sebuah dunia baru. Dunia ini begitu luas, sampai-sampai kita tak sadar bahwa dunia itu sedikit demi sedikit mempengaruhi kita. Kita tak heran banyak orang-orang yang pergi kuliah pulang ke kampung halamannya sudah berubah drastis. Dari mereka yang sifatnya lugu menjadi sok gaul, dari mereka yang sifatnya jelek bisa jadi pulang menjadi orang yang alim banget. Inilah yang terjadi padaku, sebuah pengalaman yang entah aku harus menyebutnya apa. Namaku Gun, sebut saja begitu. Seorang mahasiswa fakultas Tehnik di kampus X, salah satu PTS terkenal di kota Y.Ada perasaan kangen sebenarnya ama kampung halaman. Dan perasaan itu pun masih ada sampai sekarang, maklum karena kesibukanku, aku pulang hanya setahun sekali. Selain mengikuti organisasi kampus dan banyak ekstrakulikuler, aku juga dihadapkan pada jadwal perkuliahan yang padat. Namun pada semester kelima ini, aku mau mengambil cuti untuk beberapa waktu. Kabar tak enak datang dari kampung halaman. Baru saja keluargaku di kampung halaman mendapatkan musibah, sebuah kecelakaan. Ayah meninggal dan ibuku mengalami koma. Sedangkan adikku baik-baik saja. Mulai dari sinilah kehidupanku berubah.Ayah yang satu-satunya orang yang membiayai kuliahku pergi. Sehingga dari sini, aku harus membanting tulang sendirian, untuk ibuku, adikku dan diriku sendiri. Akhirnya kuliah ini aku tunda dulu. Aku mengajukan cuti satu semester. Waktu cuti itu aku manfaatkan untuk membanting tulang. Aku tak bisa mengandalkan dari warisan ayahku. Sebab kalau aku mengandalkannya, aku tak bisa membiayai semua keperluan kami. Dan syukurlah aku diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta, walaupun berbekal kemampuanku di bidang analisis data, aku mendapatkan gaji yang cukup.Ibuku adalah seorang wanita yang sangat cantik sebenarnya. Usianya baru 38 tahun. Ia menikah muda dengan ayahku. Dan sampai sekarang ia tetap bisa menjaga kemolekan tubuhnya. Pernah sih waktu masih remaja aku beronani membayangkan ibuku sendiri. Tapi hal itupun tak berlangsung lama, hanya beberapa saat saja. Dan adikku masih sekolah SMP, namanya Arin. Seorang gadis periang, cantik dan imut. Banyak cowok2 yang tergila-gila pada adikku itu. Dan paling tidak ada salah satu teman cowoknya yang pedekate ama dia, tapi yaaa...masih takut-takut.Dua minggu setelah kecelakaan itu, ibuku sadar dari komanya. Mulanya ia tak ingat apa-apa, namun setelah tiga hari berada di rumah, ia pun ingat. Tapi karena kondisinya yang masih lemah, ia pun tak bisa berbuat banyak. Aku dan Arin gantian menjaganya. Sebagai anak laki-laki satu-satunya beliau benar-benar menyayangiku. Katanya ia mengingatkanku pada ayah. Aku tahu ia sangat shock dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Aku dan Arin terus berusaha menghiburnya, sampai ia benar-benar sehat.
Hari itu seperti hari-hari sebelumnya, tapi sedikit istimewa, karena teman-teman kuliahku mau mengunjungiku. Ketika pulang kerja, kami sempatkan sejenak untuk berkumpul. Mereka semua ikut berbela sungkawa terhadap keadaanku sekarang. Tapi selain itu mereka mencoba menghiburku, ada-ada saja ulah mereka, yaitu memberiku kaset bokep, dan majalah2 hardcore. Kata mereka, "Ini buat menghibur loe sobat, biar nggak berduka terus". Sialan. Tapi nggak apa-apalah, soalnya juga sudah lama aku nggak nonton yang begituan. Namun ternyata inilah sumber dari kejadian selanjutnya.
Aku pulang dan aku lihat adikku sedang belajar di kamarnya. Ibuku sudah bisa sedikit berjalan, walau masih berpegangan pada apapun yang ada di dekatnya."Kau sudah pulang Gun?", tanyanya."Iya bu", kataku."Kalau mau makan, di meja makan tadi adikmu beli sesuatu", kata ibuku."iya", kataku singkat.Singkatnya aku mandi dan mengurung diri di kamar. Aku pun mulai menonton bokep dan majalah-majalah hardcore. Mulanya sih agak aneh aja aku melakukan hal ini, tapi rupanya sedikit bisa menghiburku. Jam menunjukkan pukul sebelas malam, aku tak sadar kalau sudah lama aku berada di dalam kamar mengocok sendiri punyaku dan menontoni tubuh para wanita itu. Aku keluar kamar dengan maksud hati untuk makan apa pun yang ada di meja makan.Ketika keluar dari kamar, aku melewati kamar ibuku. Astaga, apa yang aku lihat itu? Ibuku yang memakai daster itu tampak tersingkap dasternya, sehingga aku bisa melihat CD-nya. Memang badannya masih mulus. Aku mulai berpikiran jorok, ini pasti akibat barusan aku nonton bokep. Wajahnya masih cantik, dan aku bisa melihat wajahnya yang polos ketika tidur. Aku berdiri di pintu kamarnya, memang pintunya sengaja di buka agar sewaktu-waktu kalau ia memanggilku aku bisa dengar. Entah setan mana yang menguasaiku, akupun mengocok punyaku sambil membayangkan beliau membelai punyaku. Aku kocok pelan-pelan. "Ohh....Mega..", aku panggil nama ibuku berbisik. Aku terus mengocok, makin lama makin cepat, dan maniku muncrat...CROOT....CROTT..., banyak banget sampai mengotori lantai, buru-buru aku bersihkan dengan kain pel yang ada di sebelah pintu. Entah kenapa aku mulai berpikiran seperti itu. Namun rencana jelekku nggak sampai di situ saja.Esoknya, aku libur, sebab hari ini adalah hari sabtu. Kantorku sabtu dan minggu libur. Arin sudah pergi ke sekolah. Aku bangun agak kesiangan. Mungkin kelelahan karena peristiwa kemarin. Aku pun entah dari mana punya pikiran yang aneh-aneh lagi. Aku berniat memandikan ibuku, aku ingin melihat tubuhnya yang utuh. Aku pun ke kamar ibuku, ia sudah bangun dan sedang bersiap mandi."Ibu, ibu mau mandi?", tanyaku."Iya Gun", katanya."Boleh Gun, mandiin ibu?", tanyaku."Nggak usah Gun, ibu sudah bisa sendiri koq", jawabnya."Nggak apa-apa bu, kondisi ibu masih belum pulih benar", kataku merayu.Tak punya pikiran lainnya, ibuku pun menjawab, "Baiklah".Akupun mengantarnya ke kamar mandi. Inilah saatnya pikirku. Aku melihatnya melepas daster, BH dan CD-nya satu per satu. Tampaklah dua buah toket yang masih mancung dan miss-v yang aku ingin lihat dari dulu. Aku hanya terbengong, dan tak terasa tongkolku sudah tengah. Darah mengalir cepat ke ubun-ubunku."Kenapa Gun?", tanya ibu."Ah..nggak apa-apa ", jawabku."Bajunya dilepas dong Gun, nanti basah", kata ibuku. "Kamu belum mandi juga kan?""I...iya",kataku.Aku pun melepas pakaianku. Ibuku agak terkejut melihat punyaku yang tegang. Lalu dia duduk di pinggir bak mandi. Seakan mengerti, akupun mengambil gayung dan menyiramkan ke tubuhnya. Ia membasuh mukanya, ia ganti mengambil gayung dan menyiramkannya ke tubuhku. Kami benar-benar saling menggayung. Tibalah saat menyabun. Aku mengambil sabun cair. Kusabuni punggungnya. Busanya melimpah, lalu dari belakang aku menyusuri pundak, hingga ke depan, aku agak takut menyentuh dadanya. Takut kalau dia marah. Tapi ternyata tidak. Akupun sedikit membelai toketnya, dan agak meremas. Kami diam, dan hanya bahasa tubuh saja yang saling berucap. Ku basuh dari dadanya, hingga ke perut. Ketika mau menuju miss-v, ibuku menahan."Jangan pakai sabun ini, tidak baik untuk kewanitaan", katanya. "Bersihkan dulu tubuh ibu".Aku pun menurut, aku guyang ia pakai air. Sabun yang ada di tubuhnya hilang, lalu ia mengambil pembersih khusus kewanitaan. Lalu menyerahkannya kepadaku. Aku mengerti lalu mulai menyabun tempat itu pakai sabun tersebut. Mulanya aku hanya sekedar menggosok, tapi lama-lama aku sedikit menyentuh kelentitnya, ibuku memejamkan mata sejenak. Sepertinya ia keenakan, aku teruskan, namun aku tak berani lama-lama. Ia agak tersentak ketika aku menyudahinya. Ia menghirup nafas agak dalam, sepertinya ia sedikit horni.Aku mengguyang air di daerah kewanitaannya. Bersihlah sudah sekarang. Lalu giliranku. Aku disabun oleh ibuku. Mula-mula punggung, dadaku yang bidang, lalu perut, dan sampai di tongkolku yang tegang. Ia mengurut tongkolku sesaat, lalu menggosok buah pelirku, sepertinya ia tahu bagian-bagian itu. Enak sekali sentuhan ibuku."E...bu...boleh Gun minta sesuatu?", tanyaku."Apa itu?""Gun kan sudah dewasa, dan mengerti soal beginian. Kalau boleh aku ingin ibu mengocok punya Gun sebentar bu", aku mengatakan hal yang aneh-aneh. Yang memang tak perkikirkan sebelumnya.Ibuku terdiam."Maaf bu, aku tak bermaksud demikian, hanya saja, aku sebagai laki-laki normal siapa saja, pasti akan merasakan hal seperti ini", kataku."Iya, ibu faham, anak ibu sudah dewasa", katanya.Tangannya yang lembut itu pun akhirnya mengocok punyaku, membelainya. Oh...apa ini? Aku serasa melayang. Ia benar-benar mengocok tongkolku yang sudah tegang. Peristiwa itu sangat erotis sekali. CLUK....CLUK...CLUK...bunyi tongkolku yang dikocok berpadu dengan air sabun. Busanya sangat banyak, aku ingin sekali meremas toket ibuku."Bu, boleh Gun meremas dada ibu?", tanyaku. "Gun sangat terangsang sekali"."Maafkan ibu nak, seharusnya tidak begini. Gun tak boleh macam-macam sama ibu, ibu sakit Gun", kata ibu."Kalau ibu tidak mengijinkan juga tidak apa-apa, tapi Gun tidak tahan lagi", kataku.Aku pun mencengkram pundak ibuku, pertanda mau orgasme. Ibuku tahu hal itu, dan ia mengocok tongkolku dengan cepat, CROOT.....CROOT.....CROT....sperma muncrat ke wajahnya, dadanya, dan perutnya. Banyak sekali. Sebagian membeler di jemarinya."Sudah Gun?", tanya ibu."I...iya...", kataku lemas.Ibuku lalu membersihkan spermaku yang ada di tubuhnya dengan membasuhnya dengan air."Jangan bilang ini sama Arin ya", katanya. "Atau orang lain."Kami segera keluar dari kamar mandi. Entah apa yang aku lakukan barusan. Tapi aku sangat menikmatinya. Ibuku dan aku hanya memakai handuk saja. Aku membawanya sampai ke kamar. Di kamar aku masih horny, dengan posisi ibuku yang sekarang hanya pakai handuk saja, membuatku makin terangsang.Aku tak kuasa menahan godaan ini. Setelah ibuku aku dudukkan. Aku duduk di sebelahnya."Bu, maaf kalau tadi Gun lancang di kamar mandi", kataku."Tak apa-apa Gun, laki-laki normal pun pasti demikian, bahkan bisa lebih", kata ibuku."Bu, apakah boleh Gun lihat lagi dada ibu?", tanyaku."Buat apa Gun?", tanyanya. "Ibu masih sakit Gun"."Sebentar saja bu, boleh ya?", tanyaku."Baiklah", katanya.Ia membuka handuknya, tampaklah dua buah bukit kembar yang aku inginkan. Aku memegang putingnya, entah kenapa tiba-tiba aku menyusu di sana."Oh...Gun...jangan Gun....ahkk", ibuku tampak tak melawan walaupun aku menghisap susunya. Mengunyah putingnya, menggigit dan meremas keduanya. Tak terasa, ia sudah berbaring tanpa sehelai benang pun. Aku pun menciumi perutnya, hingga ke miss-v-nya. Miss-v-nya yang keset membuatku makin bergairah. Ibuku terus meronta jangan dan jangan. Aku tak peduli, nafsu sudah di ubun-ubun. Ibuku tampak terangsang dengan perlakukanku itu. Ia pun secara tak sengaja membuka pahanya, tongkolku sudah siap, dan aku sudah ada di atas ibuku. Kedua bibir kemaluan bertemu. Ibuku tampak meneteskan air mata."Maaf, bu, tapi Gun tak kuasa menahan ini", kataku lagi.Penisku kugesek-gesekkan di bibir miss-v-nya. Agak geli dan enak. Ini adalah aku melepaskan keperjakaanku kepada ibuku sendiri. Aku senggol-senggol klitorisnya, ibuku memejamkan mata, ia menggelinjang, setiap kali kepala penisku menyentuhnya. Lalu akupun memasukkannya. Miss-v-nya sudah basah sekali. Tak perlu tenaga banyak untuk bisa masuk. SLEEB!! Sensasinya luar biasa. Aku tak peduli ia ibuku atau bukan sekarang. Aku sudah menggenjotnya naik turun. Pinggulku aku gerakkan maju mundur dengan ritme sedang. Kurasakan sensai miss-v ibuku yang masih seret menjepit tongkolku yang panjang dan besar itu. Aku usahakan ibuku juga merasakan sensasi ini. Aku angkat bokongnya, aku remas. Kakinya mulai kejang dan menjepit pinggangku."Ohh....Ahh...terus Gun...cepat selesaikan, cepat Gun....", kata ibuku. Ia mencengkram sprei tempat tidur. Ia menggigit bibirnya. Wajahnya yang cantik dan bibirnya yang seksi membuatku terangsang. Dadanya naik turun, oh...seksi sekali."Mega, tubuhmu nikmat Mega...ahh....aku ingin ngent*t terus denganmu, aku ingin keluar Mega...OOHH...Ahhhh", aku percepat goyanganku. Ibuku pun sepertinya mau keluar, ia bangkit dengan bertumpu kepada kedua tangannya, pertanda orgasme. Aku juga keluar. Spermaku muncrat di dalam rahimnya, aku tekan kuat-kuat. Akhirnya fantasiku untuk ngent*t dengan ibuku sendiri kesampaian. Aku benamkan dalam-dalam penisku, sampai spermaku benar-benar tak keluar lagi. Ibuku lemas. Ia masih beralaskan handuk bekas mandi. Aku perlahan mencabut penisku. PLOP..!! suaranya ketika aku cabut."Maafkan aku bu, tapi enak sekali", kataku.Aku berbaring di samping ibuku. Ibuku memukulkan tangannya ke dadaku. "Kamu bajingan!!" Ibuku lalu menangis. Ia membelakangiku, sambil memeluk dirinya sendiri.Butuh waktu lama untuk dirinya bisa diam. Sampai kurang lebih 30 menit kemudian, nafsuku bangkit lagi, karena masih melihatnya telanjang. Aku mempersiapkan penisku yang tegang lagi. Kali ini bukan fantasi, inilah yang aku rasakan. Aku mendekatkan penisku ke pantatnya, aku sentuh pinggulnya, lalu aku masukkan penisku ke vaginanya. Nggak perlu susah-susah dan Bless...."Aah...Gun, kamu mau apa lagi? Tidak cukupkah kamu menyiksa ibu?""Gun, tak tahan nih bu, Gun jugakan masih perjaka", kataku. Posisiku kini dari samping. Dan aku keluar masukkan penisku. Pantatnya dan perutku beradu. Sensasinya luar biasa. Pantatnya benar-benar seksi, semok dan menggiurkan. Aku tak butuh waktu lama untuk bisa ejakulasi lagi di dalam rahimnya. Dan ketika puncak itu aku memeluk ibuku.Sensasinya aneh memang, tapi nikmat sekali. Setelah itu aku benar-benar memohon maaf."Maafkan Gun bu, maafkan Gun", kataku.Lalu ibuku menyuruhku untuk keluar kamar. Aku pun keluar. Aku kembali ke kamarku dan memikirkan apa yang terjadi barusan. Aku sudah menjadi anak durhaka.*******Arin pulang. Ibuku bertingkah seperti biasa. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tapi tatapan kami mempunyai arti. Antara malu, takut dan senang aku bingung.Esoknya, hari minggu. Ibuku tampak agak senang. Kesehatannya sedikit pulih. Ia bisa berjalan normal. Ia seolah melupakan kejadian kemarin. Apakah mungkin gara-gara apa yang aku lakukan kemarin? Bisa jadi. Tak perlu waktu lama memang untuk bisa mencerahkan wajahnya lagi. Ia sudah senang dengan perkembangan kesehatannya.Malamnya, ibuku ingin tidur di kamarku. Entah kenapa ia ingin begitu. Dan aku pun mengiyakannya. Pukul 12 malam. Ketika Arin sudah tidur. Dan aku berada di samping ibuku. Kami seranjang. Aku tahu bisa saja saat itu aku sudah bercinta dengannya, tapi ada sesuatu yang membuat kami tidak melakukannya."Sepertinya kesehatan ibu mulai pulih akibat itu Gun", katanya."Tapi inikan baru satu hari bu, dan Gun sangat menyesal melakukannya kemarin", kataku.Ibu bangkit, lalu ia menurunkan celana pendekku. Tanpa babibu, ia sudah mengulum penisku. Aku kaget mendapatkan sensasi itu. Tidak ada wajah jaim, tidak ada rasa penyesalan seperti kemarin. Ia sudah mengulum penisku, seorang Blow Jober pro. Ia mengocok, mengulum, menjilat. Dengan ganas ia lumat tongkolku dengan mulutnya yang seksi itu. Ia juga gesek-gesekkan ujung penisku ke putingnya, lalu ia jepit dengan dadanya. Akupun tak menyia-nyiakan ini, aku segera melepas bajuku, lalu bajunya. Kami sudah telanjang, dan ia masih mengoralku. Aku berbaring dengan menikmati sensasi yang sedikit aneh, tapi nikmat. Oh tidak, rasanya aku mau keluar....sedotannya benar-benar mantap. Aku tak kuasa lagi dan...aahh..benar...CROT...CROT...CROT...spermaku tak sebanyak kemarin pagi. Tapi cukup untuk memenuhi isi mulutnya. Ia menyedot spermaku sampai habis."Nih lihat", kata ibuku sambil membuka sedikit mulutnya. Aku bisa lihat lidahnya yang terbungkus cairan putih spermaku