Total Pageviews

Sunday 30 October 2011

kakak iparku

Photo of zarine marina


Kejadian ini berlangsung kira-kira 2 tahun yang lalu, waktu itu aku diminta oleh ibu
 mertua untuk mengambil suatu barang di rumah kakak ipar perempuanku sekalian
 menengok dia karena sudah lama tidak ketemu. Kakak iparku ini (sebut saja namanya Ina)
 memang tinggal sendirian, walaupun sudah kawin tetapi belum punya anak dan
 saat ini sudah pisah ranjang dengan suaminya yang kerja di kota lain. Aku sampai di
 rumahnya sekitar jam 19:00 dan langsung mengetuk pintu pagarnya yang sudah terkunci
. Tak lama kemudian Ina muncul dari dalam dan sudah tahu bahwa aku akan datang malam ini.
"Ayo Yan, masuk.., langsung dari kantor?, Sorry pintunya sudah digembok, soalnya Ina 

tinggal sendiri jadi harus hati-hati", Sambutnya.
Ina malam itu sudah memakai daster tidur karena toh yang bakalan datang juga masih

 terhitung adiknya, daster yang dia pakai mempunyai potongan leher yang lebar dengan 
model tangan 'you can see'.

Kami kemudian ngobrol dan nonton TV sambil duduk bersebelahan di sofa ruang tengah.

 Selama ngobrol, Ina sering bolak-balik mengambil minuman dan snack buat kita berdua. 
Setiap dia menyajikan makanan atau minuman di meja, secara tidak sengaja aku 
mendapat kesempatan melihat kedalam dasternya yang menampilkan kedua payudaranya
 secara utuh karena Ina tidak memakai BH lagi dibalik dasternya. Ina memang lebih
 cantik dari istriku, tubuhnya mungil dengan kulit yang putih dan rambut yang 
panjang tergerai. Walaupun sudah kawin cukup lama tapi karena tidak punya anak
 tubuhnya masih terlihat langsing dan ramping. Payudaranya yang kelihatan olehku, walaupun 
tidak terlalu besar tetapi tetap padat dan membulat. Melihat pemandangan begini
 terus-menerus aku mulai tidak bisa berpikir jernih lagi dan puncaknya tiba-tiba
 kusergap dan tindih Ina di sofa sambil berusaha menciumi bibirnya dan meremas-remas payudaranya.
Ina kaget dan menjerit, "Yan, apa-apaan kamu ini!".
Dengan sekuat tenaga dia mencoba berontak, menampar, mencakar dan menendang-nendang.

 Tapi perlawanannya membuat birahiku semakin tinggi apalagi akibat gerakannya itu
 pakaiannya menjadi makin tidak karuan dan semakin merangsang.
"Breett..", daster bagian atas kurobek ke bawah sehingga sekarang kedua payudaranya

 terpampang dengan jelas. Putingnya yang berwarna coklat tua terlihat kontras dengan
 kulitnya yang putih bersih.
Ina terlihat shock dengan kekasaranku, perlawanannya mulai melemah dan kedua tangannya

 berusaha menutup dadanya yang terbuka.
"Yan.., ingat, kamu itu adikku..", rintihnya memelas.
Aku tidak mempedulikan rintihannya dan terus kutarik daster yang sudah robek itu ke

 bawah sekaligus dengan celana dalamnya yang sudah aku tidak ingat lagi warnanya.
 Sekarang dengan jelas dapat kulihat vaginanya yang ditumbuhi dengan bulu-bulu hitam yang terawat baik.

Setelah berhasil menelanjangi Ina, kulepaskan pegangan pada dia dan berdiri

 di sampingnya sambil mulai melepaskan bajuku satu persatu dengan tenang. 
Ina mulai menangis sambil meringkuk di atas sofa sambil sebisa mungkin mencoba
 menutupi badannya dengan kedua tangannya. Saat itu pikiranku mulai jernih kembali
 menyadari apa yang telah kulakukan tapi pada titik itu, aku merasa tidak bisa mundur
 lagi dan aku putuskan untuk berlaku lebih halus.
Setelah aku sendiri telanjang, kubopong tubuh mungil Ina ke kamarnya dan kuletakkan

 dengan lembut di atas ranjang. Dengan halus kutepiskan tangannya yang masih menutupi 
payudara dan vaginanya, kemudian aku mulai menindih badannya. Ina tidak melawan.
 Ina memalingkan muka dengan mata terpejam dan berurai air mata setiap kali aku
 mencoba mencium bibirnya. Gagal mencium bibirnya, aku teruskan menciumi telinga
, leher dada dan berhenti untuk mengulum puting dan meremas-remas payudara satunya lagi.
 Ina tidak bereaksi. Aku lanjutkan petualangan bibirku lebih ke bawah, perut dan
 vaginanya sambil merentangkan pahanya lebar-lebar terlebih dahulu. Aku mulai dengan 
menjilati dan menghisap clitorisnya yang cukup kecil karena sudah disunat (sama dengan istriku).
 Ina mulai bereaksi. Setiap kuhisap clitorisnya Ina mulai mengangkat pantatnya mengikuti arah hisapan.

Kemudian dengan lidah, kucoba membuka labia minoranya dan memainkan lidahku

 pada bagian dalam liang senggamanya. Tangan Ina mulai meremas-remas kain sprei sambil
 menggigit bibir. Ketika vaginanya mulai basah kumasukkan jari menggantikan lidahku 
yang kembali berpindah ke puting payudaranya. Mula-mula hanya satu jari kemudian 
disusul dua jari yang bergerak keluar masuk liang senggamanya. Ina mulai berdesah 
dan memalingkan mukanya ke kiri dan ke kanan. Sekitar dua atau tiga menit kemudian 
aku tarik tanganku dari vaginanya. Merasakan ini, Ina membuka matanya
 (yang selama ini selalu tertutup) dan menatapku dengan pandangan penuh 
harap seakan ingin diberi sesuatu yang sangat berharga tapi tidak berani ngomong.
 Aku segera merubah posisi badanku untuk segera menyetubuhinya. Melihat posisi 'tempur
' seperti itu, pandangan matanya berubah menjadi tenang dan kembali menutup matanya
. Kuarahkan penisku ke bibir vaginanya yang sudah berwarna merah matang dan
 sangat becek itu. Secara perlahan penisku masuk ke liang senggamanya dan Ina
 hanya mengigit bibirnya. Tiba-tiba tangan Ina bergerak memegang sisa batang 
penisku yang belum sempat masuk, sehingga penetrasiku tertahan.
"Yan, kita tidak boleh melakukan hal ini..", Kata Ina setengah berbisik sambil memandangku.
Tapi waktu kulihat matanya, sama sekali tidak ada penolakkan bahkan lebih terlihat adanya

 birahi yang tertahan. Aku tahu dia berkata begitu untuk berusaha memperoleh pembenaran
 atas perbuatan yang sekarang jadi sangat diinginkannya.
"Tidak apa-apa 'Na, kita kan bukan saudara kandung, jadi ini bukan incest", Jawabku.
"Nikmati saja dan lupakan yang lainnya".
Mendengar perkataanku itu, Ina melepaskan pegangannya pada penisku yang sekaligus

 aku tangkap sebagai instruksi untuk melanjutkan 'perkosaannya'. Dalam 'posisi standard' itu
 aku mulai memompa Ina dengan gerakan perlahan, setiap kali penisku masuk, aku ambil
 sisi liang senggama yang berbeda sambil mengamati reaksinya. Dari eksperimen awal ini
 aku tahu bahwa bagian paling sensitif dia terletak pada dinding dalam bagian atas yang
 kemudian menjadi titik sasaran penisku selanjutnya.

Strategi ini ternyata cukup efektif karena belum sampai dua menit Ina sudah orgasme,

 tangannya yang asalnya hanya meremas-remas sprei tiba-tiba berpindah ke pantatku.
 Ina dengan kedua tangannya berusaha menekan pantatku supaya penisku masuk
 semakin dalam, sedangkan dia sendiri mengangkat dan menggoyangkan pantatnya 
untuk membantu semakin membenamnya penisku itu. Untuk sementara kubiarkan dia mengambil alih.
"sshh.., aahh", rintihnya berulang-ulang setiap kali penisku terbenam.
Setelah Ina mulai reda, inisiatif aku ambil kembali dengan merubah posisi badanku

 untuk style 'pumping flesh' untuk mulai memanaskan kembali birahinya yang dilanjutkan
 dengan style 'stand hard' (kedua kaki Ina dirapatkan, kakiku terbuka dan dikaitkan ke betisnya)
. Style ini kuambil karena cocok dengan cewek yang bagian sensitifnya seperti
 Ina dimana vagina Ina tertarik ke atas oleh gerakan penis yang cenderung vertikal.
 Ina mengalami dua kali orgasme dalam posisi ini.
Ketika gerakan Ina semakin liar dan juga aku mulai merasa akan ejakulasi aku rubah

 stylenya lagi menjadi 'frogwalk' (kedua kaki Ina tetap rapat dan aku setengah berlutut
/berjongkok). Dalam posisi ini setiap kali aku tusukkan penisku, otomatis vagina sampai
 pantat Ina akan terangkat sedikit dari permukaan kasur menimbulkan sensasi yang
 luar biasa sampai pupil mata Ina hanya terlihat setengahnya dan mulutnya mengeluarkan
 erangan bukan rintihan lagi.
"Na, aku sudah mau keluar. Di mana keluarinnya?", Kataku sambil terus memompa 

secara pelan tapi dalam.
"ddi dalam saja.., di dalam saja, aahh.., jangan pedulikan", Ina mejawab ditengah erangan kenikmatannya.
"Aku keluar sekarraang..", teriakku.
Aku tekan vaginanya keras-keras sampai terangkat sekitar 10 cm dari kasurnya dan cairan

 kenikmatan tersemprot dengan kerasnya yang menyebabkan untuk sesaat aku lupa akan dunia.
"Jangan di cabut dulu Yan..", bisik Ina.
Sambil mengatur napas lagi, aku rentangkan kembali kedua paha Ina dan aku pompa

 penisku pelan-pelan dengan menekan permukaan bawah vagina pada waktu ditarik.
 Dengan cara ini sebagian sperma yang tadi disemprotkan bisa dikeluarkan lagi sambil
 tetap dapat menikmati sisa-sisa birahi. Ina menjawabnya dengan hisapan-hisapan kecil 
pada penisku dari vaginanya
"Yan, kenapa kamu lakukan ini ke Ina?", tanyanya sambil memeluk pinggangku.
"Kamu sendiri rasanya gimana?", aku balik bertanya.
"Mulanya kaget dan takut, tapi setelah kamu berubah memperlakukan Ina dengan 

lembut tiba-tiba birahi Ina terpancing dan akhirnya turut menikmati apa yang belum
 pernah Ina rasakan selama ini termasuk dari suami Ina", Jawabnya.

Kita kemudian mengobrol seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa dan sebelum pulang

 kusetubuhi Ina sekali lagi, kali ini dengan sukarela. Sejak malam itu, aku 'memelihara'
 kakak iparku dengan memberinya nafkah lahir dan batin menggantikan suaminya yang 
sudah tidak mempedulikannya lagi. Ina tidak pernah menuntut lebih karena istriku adalah
 adiknya dan aku membalasnya dengan menjadikan 'pendamping tetap' setiap aku pergi
 ke luar kota atau ke luar negeri. 

1 comment: